Senin, 10 Mei 2010

LINK YANG KU SUKAI

http://radiorodja.googlepages.com/player.html
http://www.almanhaj.or.id/content/2115/slash/0
http://www.islamku.net/
http://www.salafy.or.id
http://www.akhwat.web.id
http://ulamasunnah.wordpress.com
http://mesin.pencari.assunnah.me/
http://Moslemsunnah.wordpress.com
http://radiomuslim.com/wp-content/uploads/kajian/Jilbba
http://indonesian-speedtest.10-fast-fingers.com/
http://www.perpustakaan-islam.com/
http://abuzubair.net/
http://www.hang106.or.id/
http://www.radioassunnah.com/
http://blog.assunnah.web.id/
http://radiomuslim.com/
http://www.radioarroyyan.com/
http://suaraquran.com/
http://ngaji-online.com/
http://alimanradio.or.id/
http://serambimadinah.com/
http://al-ilmu.us/
http://akhwat.web.id/
http://qurandansunnah.wordpress.com/
http://www.darussalaf.or.id/
http://radioalhikmah.com/
http://www.kafemuslimah.com/
http://situs.assunnah.web.id/
http://majalah.pengusahamuslim.com/
http://islam-download.net/
http://media-ilmu.com/
http://sarana-hidayah.com/
http://www.kajianislam.net/
http://ustadzkholid.com/
http://ekonomisyariat.com/
http://www.pengusahamuslim.com/
http://majalah-elfata.com/
http://majalahsakinah.com/
http://abusalma.wordpress.com/
http://wahonot.wordpress.com/
http://aliph.wordpress.com/
http://almalanji.wordpress.com/
http://tholib.wordpress.com/
http://adiabdullah.wordpress.com/
http://salafishare.com/
http://digitalhuda.com/
http://www.moslem-corner.co.nr/
http://abuthalib.blogspot.com/
http://www.fatwa-ulama.com/
http://safuan.wordpress.com/
http://buku-islam.blogspot.com/
http://berkas.assunnah.me/
http://salafiyunpad.wordpress.com/
http://www.sobat-muda.com/
http://ummusalma.wordpress.com/
http://ustadzkholid.wordpress.com/
http://www.rumaysho.com/
http://pustakaimamsyafii.com/
http://fkim.org/
http://www.tokoihya.com/
http://www.salaf.com/
http://www.fatwaislam.com/
http://www.sahihalbukhari.com/
http://www.troid.org/
http://is.aswatalislam.net/
http://www.salafyink.com/
http://nysalafeemaasjidevents.blogspot.com/
http://www.salafyoon.net/
http://www.bakkah.net/
http://www.al-athariyyah.com/
http://islamgreatreligion.wordpress.com/
http://www.islamfortoday.com
http://www.sunnahpublishing.net/
http://www.salafiduroos.net/
http://www.lombok-tourism.com/
http://www.lombokislands.com/
http://www.depperin.go.id/
http://www.upl-ikm.web.id/
http://anekaindustri.com/
http://bisnisukm.com/
http://infomesin.com/
http://www.scribd.com
http://englishconversations.org
http://www.college-university-links.com/

lINK YANG KU SUKAI

http://radiorodja.googlepages.com/player.html
http://www.almanhaj.or.id/content/2115/slash/0
http://www.islamku.net/
http://www.salafy.or.id
http://www.akhwat.web.id
http://ulamasunnah.wordpress.com
http://mesin.pencari.assunnah.me/
http://Moslemsunnah.wordpress.com
http://radiomuslim.com/wp-content/uploads/kajian/Jilbba
http://indonesian-speedtest.10-fast-fingers.com/
http://www.perpustakaan-islam.com/
http://abuzubair.net/
http://www.hang106.or.id/
http://www.radioassunnah.com/
http://blog.assunnah.web.id/
http://radiomuslim.com/
http://www.radioarroyyan.com/
http://suaraquran.com/
http://ngaji-online.com/
http://alimanradio.or.id/
http://serambimadinah.com/
http://al-ilmu.us/
http://akhwat.web.id/
http://qurandansunnah.wordpress.com/
http://www.darussalaf.or.id/
http://radioalhikmah.com/
http://www.kafemuslimah.com/
http://situs.assunnah.web.id/
http://majalah.pengusahamuslim.com/
http://islam-download.net/
http://media-ilmu.com/
http://sarana-hidayah.com/
http://www.kajianislam.net/
http://ustadzkholid.com/
http://ekonomisyariat.com/
http://www.pengusahamuslim.com/
http://majalah-elfata.com/
http://majalahsakinah.com/
http://abusalma.wordpress.com/
http://wahonot.wordpress.com/
http://aliph.wordpress.com/
http://almalanji.wordpress.com/
http://tholib.wordpress.com/
http://adiabdullah.wordpress.com/
http://salafishare.com/
http://digitalhuda.com/
http://www.moslem-corner.co.nr/
http://abuthalib.blogspot.com/
http://www.fatwa-ulama.com/
http://safuan.wordpress.com/
http://buku-islam.blogspot.com/
http://berkas.assunnah.me/
http://salafiyunpad.wordpress.com/
http://www.sobat-muda.com/
http://ummusalma.wordpress.com/
http://ustadzkholid.wordpress.com/
http://www.rumaysho.com/
http://pustakaimamsyafii.com/
http://fkim.org/
http://www.tokoihya.com/
http://www.salaf.com/
http://www.fatwaislam.com/
http://www.sahihalbukhari.com/
http://www.troid.org/
http://is.aswatalislam.net/
http://www.salafyink.com/
http://nysalafeemaasjidevents.blogspot.com/
http://www.salafyoon.net/
http://www.bakkah.net/
http://www.al-athariyyah.com/
http://islamgreatreligion.wordpress.com/
http://www.islamfortoday.com
http://www.sunnahpublishing.net/
http://www.salafiduroos.net/
http://www.lombok-tourism.com/
http://www.lombokislands.com/
http://www.depperin.go.id/
http://www.upl-ikm.web.id/
http://anekaindustri.com/
http://bisnisukm.com/
http://infomesin.com/
http://www.scribd.com
http://englishconversations.org
http://www.college-university-links.com/

BOLEHNYA MENGGENDONG ANAK DAN MELANGKAH DALAM SHOLAT

Hadis riwayat Abu Qatadah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. pernah salat sambil menggendong Umamah binti Zaenab binti Rasulullah saw. Menurut keterangan Abul Ash bin Rabi`, apabila Rasulullah berdiri maka Umamah digendongnya dan jika sujud Umamah diletakkannya
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 844

Boleh berjalan satu atau dua langkah dalam salat
Hadis riwayat Sahal bin Saad ra.:
Bahwa beberapa orang menemui Sahal bin Saad. Mereka berselisih mengenai jenis kayu mimbar Rasul. Lalu kataku (Sahal): Demi Allah saya benar-benar tahu jenis kayu mimbar itu dan siapa pembuatnya. Aku sempat melihat pertama kali Rasulullah saw. duduk di atas mimbar itu. Abu hazim berkata: Aku katakan kepada Abu Abbas: Ceritakanlah! Ia berkata: Rasulullah saw. pernah mengutus seseorang kepada istri Abu Hazim. Abu Hazim berkata bahwa beliau pada hari itu akan memberi nama anaknya, beliau bersabda: Lihatlah anakmu yang berprofesi tukang kayu. Dia telah membuatkan aku sebuah tempat di mana aku berbicara di hadapan orang. Dia telah membuatnya tiga anak tangga. Kemudian Rasulullah saw. menyuruh meletakkannya di tempat ini. Mimbar tersebut berasal dari kayu hutan. Aku sempat melihat Rasulullah berdiri di mimbar sambil membaca takbir yang diikuti oleh para sahabat. Setelah beberapa lama berada di atas mimbar, beliau turun mengundurkan diri lalu melakukan sujud di dasar mimbar. Kemudian beliau kembali hingga beliau selesai salat. Setelah itu beliau menghadap ke arah para sahabat dan bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya tadi aku lakukan hal itu agar kalian mengikuti aku dan kalian dapat belajar tentang salatku
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 847

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Model pembelajaran konvensional banyak diterapkan dari sejak dulu sampai sekarang yang bercirikan yaitu memperlakukan sama kepada semua siswa dalam satu kelas yang sebenarnya mungkin memiliki banyak perbedaan bawaan. Dan juga situsi pembelajaran penuh dengan persaingan individu. Sehubungan dengan itu, maka Slavin (1994; 16)
”The critique of traditional classroom organization made by motivational theorist, is that the compentitive grading and informal reward sistem of the classroom create peer norms that oppose academic offorts”.

Pendapat di atas menjelaskan bahwa para ahli teori motivasi mengkritik terhadap kelas tradisional bahwa penilaian yang kompetitif dan pemberian penghargaan kepada siswa yang menjadi juara kelas telah menciptakan norma-norma acuan yang bertentangan dengan usaha sekolah yaitu semua peserta didik berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian model pembelajaran tradisional sekarang sudah perlu diganti dengan model pembelajaran yang sejalan dengan usaha sekolah tersebut.
Seperti telah diketahui bersama bahwa setiap lembaga pendidikan senantiasa bertujuan semua anak didiknya mencapai kemampuan minimal sama atau melampaui standar kompetensi yang telah ditetapkan melalui kurikulum yang diberlakukan. Dengan demikian, yang ada seharusnya kelompok berprestasi yaitu kelompok yang mampu mengangkat setiap anggota kelompoknya memberikan kontribusi mencapai nilai perkembangan kelompok yang paling maksimal melalui belajar kelompok.
Suatu model pembelajaran yang mengakomodir kepentingan bersama adalah model pembelajaran kooperatif. Apa sebenarnya pembelajaran kooperatif ditegaskan oleh Slavin (1994; 2) sebagai berikut.
”Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content”.
Kooperatif adalah suatu gambaran kerjasama antara individu yang satu dengan lainnya dalam suatu ikatan tertentu. Ikatan–ikatan tersebut yang menyebabkan antara satu dengan yang lainnya merasa berada dalam satu tempat dengan tujuan–tujuan yang secara bersama–sama diharapkan oleh setiap orang yang berada dalam ikatan itu. Pemikiran tersebut hanya merupakan suatu gambaran sederhana apa yang tersirat tentang kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang berlandaskan konstruktivis. Konstruktivisme dalam pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukakan oleh Nur (2001: 3) adalah bahwa siswa mampu menemukan dan memahami konsep–konsep sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Di dalam model pembelajaran tersebut pada aspek masyarakat belajar diharapkan bahwa setiap individu dalam kelompok harus berperan agar tujuan yang telah digariskan dapat tercapai.
Uraian di atas memberi kejelasan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu pada berbagai metode pembelajaran di mana siswa bekerja di dalam kelompok kecil untuk membantu satu sama lain mempelajari materi pelajaran. Adapun penelitian secara bertahap harus berusaha meningkatkan keterampilan kooperatifnya sehingga mampu secara optimal mencapai tujuan pembelajaran yang sudah diinformasikan.
Selanjutnya, Slavin (1994: 2) menyatakan bahwa:
“in cooperative class rooms, students are expected to help each other, to assess each other’sesudah current knowlwdge and fill in gaps in each other’sesudah understanding.”

Artinya, di dalam kelas kooperatif, para siswa ajar diharapkan untuk tolong menolong, menilai pengetahuan mereka satu sama lain dan mengisi celah dengan pemahaman masing-masing. Adapun gagasan di belakang bentuk pembelajaran kooperatif ini adalah bahwa jika para siswa ingin berhasil sebagai suatu tim, mereka akan mendukung teman satu tim mereka untuk dapat melampaui kelompok lain dan ia akan membantu untuk melakukannya ada dua pengertian belajar kelompok dilihat dari substansi materi yang dipelajari atau dikerjakan, Nur (2000; 38) menyatakan bahwa :
“Metode pembelajaran kooperatif dapat dibedakan atas dua kategori besar yaitu : (1) group study method atau belajar kelompok yaitu siswa bekerjasama saling membantu mempelajari informasi atau ketrampilan yang relatif telah terdefinisikan dengan baik (2) pembelajaran atau pembelajaran berbasis proyek yaitu sesudah bekerja dalam kelompok untuk menyusun suatu laporan, eksperimen, atau proyek yang lain. Adapun perbedaan utama bahwa pada pembelajaran berbasis proyek masalah dan tujuan belum tersusun dan terdifinisi dengan baik, dan kelompok siswa justru mencari dan merumuskan masing-masing.”
Sebagai pemula melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas maka kategori yang pertama yaitu belajar kelompok yang akan diterapkan dalam pembelajaran Matematika pada penelitian ini.
Selanjutnya, sebagai latar belakang pembentukan kelompok Slavin (1994: 51) menyatakan yang maksudnya bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu solusi ideal terhadap permasalahan yang ada dalam kelompok siswa yang berbeda suku dengan peluang cukup besar karena adanya interaksi yang kooperatif. Kehadiran para siswa dari ras yang berbeda atau latar belakang suku yang berbda digunakan untuk meningkatkan hubungan dalam suatu kelompok. Pada persoalan Matematika banyak masalah yang sulit untuk dipecahkan sendiri-sendiri oleh siswa dan akan lebih efektif apabila didukung dengan model pembelajaran kooperatif.
Menurut Nur (2001: 2) unsur–unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut.
1. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama“.
2. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompok disamping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.
4. Siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggungjawab sama besarnya di antara para anggota kelompok.
5. Siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berperan terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6. Siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar.
7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif yang kita gunakan merupakan hal baru bagi guru dan siswa karena memiliki perbedaaan–perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan model pembelajaran selama ini, di mana peranan guru sangat dominan.
Tabel 2. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif.
Fase Indikator Kegiatan guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pemelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara mendemon-strasikan atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok
6 Memberi penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok

Hasil–hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik–teknik pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kooperatif lebih banyak meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Beberapa perbedaan yang mendasar tersebut menurut Depdikbud (2000: 90) adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan "pemborong".
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
(Depdikbud, 2000: 90)
Pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Kondisi seperti inilah yang sangat diharapkan agar interaksi berjalan baik demi kelancaran pembelajaran. Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dikembangkan oleh CORD dan dikutip oleh Nur (2001: 7) menyatakan bahwa kebanyakan siswa belajar jauh lebih efektif pada saat mereka diberi kesempatan bekerja secara kooperatif dengan siswa–siswa lain dalam kelompok atau tim. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Linda Lundgren, 1994; Nur dkk, 1997 (dalam Ibrahim, 2000: 17) menunjukkan bahwa dalam “setting” kelas kooperatif, siswa belajar lebih banyak dari satu teman ke teman lain diantara sesama siswa daripada dari guru. Penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya.
Ada lima hal dasar yang perlu diperhatikan agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik (Johnson & Jonhson, 1991: 22-23), yaitu:
a. Kemandirian yang positif
Kemandirian yang positif akan berhasil dengan baik apabila setiap anggota kelompok merasa sejajar dengan anggota yang lain. Artinya satu orang tidak akan berhasil kecuali anggota yang lain merasakan juga keberhasilannya. Apapun usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk semua anggota kelompok. Kemandirian yang positif merupakan inti pembelajaran kooperatif.
b. Peningkatan interaksi
Pada saat guru menekankan kemandirian yang positif, selayaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengenal, tolong menolong, saling bantu, saling mendukung, memberi semangat dan saling memberi pujian atas usahanya dalam belajar. Aktivitas kognitif dan dinamika kelompok terjadi pada saat siswa diikutsertakan untuk belajar mengenal satu sama lain. Termasuk dalam hal ini menjelaskan bagaimana memecahkan masalah, mendiskusikan konsep yang akan dikerjakan, menjelaskan pada teman sekelas dan menghubungkan dengan pelajaran yang terakhir dipelajari.
c. Pertanggungjawaban individu
Tujuan kelompok dalam pembelajaran kooperatif adalah agar masing-masing anggota menjadi lebih kuat pengetahuannya. Siswa belajar bersama sehingga setelah itu mereka dapat melakukan yang lebih baik sebagai individu. Untuk memastikan bahwa masing-masing anggota lebih kuat, siswa harus membuat pertanggungjawaban secara individu terhadap tugas yang menjadi bagiannya dalam bekerja. Pertanggungjawaban individu akan terlaksana jika perbuatan masing-masing individu dinilai dan hasilnya diberitahukan pada individu dan kelompok. Pertanggungjawaban individu berguna bagi setiap anggota kelompok untuk mengetahui: siapa yang memerlukan lebih banyak bantuan, dukungan dan dorongan semangat dalam melengkapi tugas, bahwa mereka tidak hanya “membonceng” pada pekerjaan teman.
d. Interpersonal dan kemampuan grup kecil
Dalam pembelajaran kooperatif, selain materi pelajaran (tugas kerja) siswa juga harus belajar tentang kerja kelompok. Nilai lebih pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar tentang keterampilan sosial. Penempatan sosial bagi individu yang tidak terlatih, walaupun disertai penjelasan bagaimana mereka harus bekerjasama tidak menjamin bahwa mereka akan bekerja secara efektif. Agar tercapai kualitas kerjasama yang tinggi setiap anggota kelompok harus mempelajari keterampilan sosial. Kepemimpinan, membuat keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi dan keahlian menggelola konflik juga harus dipelajari seperti halnya tujuan mereka mempelajari materi pelajaran.
e. Pengelolaan kelompok
Pengelolaan kelompok akan berhasil jika setiap anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka mencapai tujuan dan bagaimana mempertahankan hubungan kerja secara efektif. Kelompok perlu menggambarkan tindakan-tindakan apa yang akan membantu atau tidak akan membantu, selanjutnya membuat keputusan mengenai tingkah laku yang harus dilanjutkan atau diganti.
Pengelolaan kelompok ini akan berpengaruh terhadap hasil kerja kelompok. Setiap anggota kelompok akan menyumbangkan nilai perkembangannya untuk skor perkembangan kelompok.
Perhitungan skor perkembangan individu dapat mengacu menurut Slavin (1995: 80) seperti pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Perhitungan Skor Perkembangan Individu pada Pembelajaran Kooperatif

Skor Tes Nilai Perkembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
10 poin hingga 1 poin di bawah skor awal
Diatas skor awal sampai 10 poin
Lebih dari 10 poin diatas skor awal
Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 5
10
20
30
30

Keterangan: Skor awal adalah skor yang diperoleh siswa dari pembelajaran tepat pada pertemuan sebelumnya.

Skor perkembangan kelompok diperoleh dengan menghitung rata-rata skor perkembangan individu pada setiap kelompok. Untuk menghargai prestasi kelompok ada tiga tingkat penghargaan yang dapat diberikan terhadap prestasi kelompok. Penghargaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 5. Penghargaan Prestasi Kelompok
Kriteria
Skor Rata-Rata Kelompok Penghargaan
5 ≤ x ≤ 15
15 < x ≤24
25 < x ≤30 Kelompok baik
Kelompok hebat
Kelompok super
2.2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif yang diartikan sebagai proses pembelajaran yang mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif, dimana siswa ditempatkan ke dalam tim beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk mempelajari meteri yang telah dipecah menjadi bagian-bagian untuk tiap anggota (Aroson dalam Nur; 2000 : 29).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode pembelajaran kooperatif. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini bisa digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/ tingkatan ( Lie, 2004: 68)

Model pembelajaran Jigsaw berupa pola mengajar teman sebaya dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari suatu materi dengan baik dan pada waktu yang sama ia menjadi nara sumber bagi yang lain (Silberman, 2000 :157). Belajar dengan memerankan teman sebagai nara sumber, dikenal sebagai belajar dengan tutor sebaya. Dengan pola tutor sebaya, diharapkan ada peluang bagi siswa untuk dapat melaksanakan kegiatan belajar lebih intensif dan efektif.
Diantara model pembelajaran kooperatif, hanya model Jigsaw yang jumlah anggotanya tidak terbatas hanya empat orang. Lebih khusus lagi bahwa dalam model pembelajan Jigsaw terdapat dua macam kegiatan yaitu di dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Pada Jigsaw tidak diterapkan sistem penghargaan kelompok, para siswa dinilai berdasarkan hasil belajar individu masing-masing. Tipe Jigsaw model Aroson, siswa diatur dalam kelompok dengan anggota terdiri dari 4 sampai 5 orang yang heterogen. Setiap siswa diberi tanggungjawab mempelajari satu bagian topik. Kemudian setiap anggota kelompok bergabung dengan anggota kelompok yang mempelajari topik yang sama membentuk kelompok ahli (experts group). Di dalam kelompok ahli setiap anggota kelompok membahas topik dan merancang teknik menjelaskan topik tersebut pada kelompok asalnya. Bahan ajar disusun dalam bentuk teks (Sidharta, 2004 : 17 ).
Pembelajaran model Jigsaw berorientasi pada keberhasilan kelompok, sehingga setiap siswa dapat termotivasi untuk meningkatkan aktivitas. Siswa yang menjadi ketua kelompok akan bertanggungjawab untuk membawa kelompoknya menjadi terbaik. Dalam hal ini sumber belajar tidak terbatas hanya pada bahan yang disediakan guru saja, tetapi dapat bebas dipilih bahan belajar dari sumber manapun yang sesuai. Sebagai sumber belajar dapat berupa pesan, proses, prosedur, latar dan orang. Untuk dapat mempertahankan kualitas interaksi belajar antar kelompok, maka jumlah anggota harus diperhitungkan.
Sejalan dengan itu Mahmud (1989 : 236 ) menyatakan bahwa :
“ Dalam teknik kooperatif tipe Jigsaw, siswa dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen. Bahan belajar dibagikan kepada anggota-anggota tim. Kemudian masing-masing mempelajari bagian tugasnya dengan cara bergabung dengan anggota dari tim lain yang memiliki bahan tugas yang sama. Setelah itu mereka kembali ke dalam kelompoknya semula mengajarkan bahan belajar yang telah dipelajarinya bersama anggota tim lain kepada anggota-anggota timnya sendiri. Akhirnya seluruh anggota tim dites mengenai seluruh bahan yang sudah dipelajarinya”.

Pokok bahasan yang terdiri dari banyak sub dipastikan dapat menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, akan tetapi untuk pokok bahasan yang sedikit sub topiknya kurang cocok menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw, karena bisa terjebak pada fenomena “ free rider’ (penunggang bebas) atau diffusion of responsibility (menunggang tanggungjawab), karena ada anggota kelompok yang terabaikan perannya. (Sidharta, 2004 : 15-21).

Dari uraian teori diatas maka pembelajaran tipe Jigsaw dapat dijadikan alternatif terbaik untuk meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini diperkuat oleh pendapat Slavin (1994;126) yang mengemukakan sebagai berikut:
“Jigsaw is one of the most flexible of the cooperative learning methods several modification.” Pernyataan tersebut diartikan bahwa Jigsaw adalah suatu model dari metode coopertive learning yang lebih luwes dengan melalui beberapa penyempurnaan dengan karakter yang lain, telah dikembangkan model pembelajaran tipe Jigsaw, tipe yang lain yang disebut sebagai tipe Jigsaw II dan Jigsaw III.
Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin. Pada dasarnya Slavin mengambil struktur yang sama dengan Jigsaw Aronson, akan tetapi disederhanakan dengan cara kelompok membahas suatu topik dan setiap anggota kelompok memilih sub topik untuk dikuasai (menjadi ahli). Setiap ahli membahas subtopiknya kepada anggota lainnya. Slavin menambahkan aspek kompetisi kelompok dan penghargaan kelompok seperti pada STAD. Modifikasi ini berguna untuk menghadapi topik yang sedikit. Jigsaw III dikembangkan oleh Spencer Kagan (Blosser, 1992). Tipe ini khusus untuk pendidikan bilingual. Dalam Jigsaw III seluruh materi belajar disajikan dalan dua bahasa (Sidharta, 2004: 18).
Slavin (1994:122) menyatakan : “ The key to Jigsaw is independence every student depends on him and her mates to provide the informations needed to do well on the assessments ”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa kunci dan model pembelajaran tipe Jigsaw adalah saling ketergantungan setiap pelajar kepada teman kelompoknya dalam membuat kelengkapan informasi yang diinginkan, sebagai bahan untuk mengerjakan tes penilaian.
Menurut Lie (2004: 68) Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang secara heterogen dan bekerja sama, saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lain
Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa diminta untuk membaca suatu materi dan diberi lembar ahli ( expert sheet ) yang memuat topik-topik berbeda untuk tiap tim yang harus dipelajari (didalami) pada saat membaca . Apabila siswa telah selesai membaca, selanjutnya dari tim berbeda dengan topic yang sama berkumpul dalam kelompok ahli ( expert group) untuk mendikusikan topik mereka, selanjutnya ahli-ahli ini kembali ke tim masing-masing untuk mengajarkan kepada anggota yang lain dalam satu tim. Pada akhirnya siswa mengerjakan kuis yang mencakup semua topik dan skor yang diperoleh menjadi skor tim. ( Wijayanti dalam Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIII : 2004 )
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang semua anggotanya memiliki bagian materi yang berbeda-beda dan merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang mempelajari dan mendalami materi yang sama. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut:

Kelompok asal



Kelompok ahli




Gambar 1. Ilustrasi kelompok Jigsaw

Menurut Slavin (1994:71) rencana pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat diatur sebagai berikut.
a. Membaca: siswa memperoleh materi dan membaca materi tersebut untuk mendapatkan informasi.
b. Diskusi kelompok ahli: siswa dengan materi yang sama bertemu untuk mendiskusikan materi tersebut.
c. Diskusi kelompok asal: kelompok ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan materi tersebut pada kelompoknya.
d. Kuis: siswa memperoleh kuis individu yang mencangkup semua materi.
e. Penghargaan kelompok: perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.

Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, diakhir pembelajaran, siswa diberi tes/ kuis secara individu yang mencakup materi yang telah dibahas. Selanjutnya, hasil tes siswa tersebut diberi poin peningkatan yang ditentukan berdasarkan selisih skor terdahulu (skor dasar dengan skor akhir). Tujuan dari skor dasar dan poin peningkatan individu adalah untuk meyakinkan siswa bahwa setiap siswa dapat memberikan poin maksimal pada kelompoknya. Kriteria pemberian poin perkembangan individu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Kriteria Perkembangan Individu

Skor Kuis Terakhir Poin Peningkatan
Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 0 poin
10 poin – 1 poin di bawah skor dasar 10 poin
Skor dasar sampai 10 poin di atasnya 20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin
Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) 30 poin
(Slavin, 1994:80)

Setelah dilakukan perhitungan peningkatan poin individual dilaksanakan pemberian penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan pada poin peningkatan kelompok.




PEMBELAJARAN KOOPRATIF
NAMA : RITA PURNAMA WATI
NPM : 0823011111


Pemhelajaran kooperatif adalah pemhelajaran yang mcngacu pada teori konstruktivis, yaitu suatu teori belajar yang mcngklaim bahwa individu membangun pengetahuan dan pemahamannya dari pengalaman barn her¬dasarkan pengetahuan yang telah dimiliki (Suhandar 2003 : 5).Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran dalam kelompok kccil (4 orang), murid-murid bekerjasama, membantu balk individu maupun ke¬lompok untuk mencapai tugas yang dibebankan masing-m asing maupun kelompok. (www.geoscities.com)


Menurut Slavin (dalam as'ari 2003:6) ada dua aspek penting yang melan¬dasi keberhasilan pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Aspek motivasi
Pada dasarnya aspek motivasi ada didalam konteks pemberian peng¬hargaan kepada kelompok. Adanya penelitian yang didasarkan atas keberhasilan kelompok mampu menciptakan situasi dimana satu¬satunya cara bagi setiap kelompok untuk mencapai tujuannya adalah dengan mengupayakan agar tujuan kelompoknya tercapai terlebih da¬hulu, ini mengakibatkan setiap anggota kelompok terdorong untuk mengajak, mendukung dan membantu kolompoknya berhasil menye¬lesaikan tugas yang diemban dengan baik.
2. Aspek Kongnitif
Asumsi dasar dari teori perkembangan kongnitif adalah bahwa inter¬aksi antara siswa disekitar togas-togas yang sesuai akan meningkatkan ketuntasan siswa tentang konsep-konscp penIint,,.

Pembelajaran Kooperatif tipe TGT

Dalam perkembangan, pembelajaraan kooperatifmemIliki herbagai macam tipe, tiap tipe memiliki perbedaan dalarn hakikat pernbelajaran, bentuk kerjasama, peranan dan komunikasi antar siswa se. to peranan guru. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah TGT yang dikembangkan o!eh De Vries dan slavin pada tahun 1978 di Universitas John Hopkins. TGT adalah kombinasi dari kerjasarna dalam kelompok dan permainan instruk¬sional. Dalam TGT siswa dibagi kedalarn kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa yang hetrogen. Pembelajaran dinurlai dengan penjelasan
guru tentang konsep dan prinsip, selanjutnya siswa diminta uni.uk belajar dalam kelompoknya menyelesaikan togas-togas yang diberikan guru da¬lam rangka memantapkan pemahaman terhadap konsep dan prinsip yang sudah diberikan. Siswa diberikan kebebasan mcngenai cara menyelesai¬kan tugas kelompoknya, setiap siswa dalam kelompok bertanggung ja¬wabterhadap keberhasilan kelompoknya, karena itu setiap individu dalam kelompok hares betul-betul memahami konsep dan prinsip yang dipelajari Lirena keberhasilan dinilai dari keberhasilan kelompok hukan dari keber¬
Hasil individu.
I'cmbelajaran kooperatiftipe'l'Gl' mcmiliki komponcn-koniponen sebagai berikut:
I. Presentasi Kclas
Guru menerangkan tentang konsep secara saris bcsar niateri di depan Lclas dan siswa nicnipcrhatikan.
2. kelompok
Siswa di kelompokkan dalam kelompok-kelompok kccil yang hetcro¬gen, setiap kelorpok terdiri dari 4-5 orang. Sctclah guru menjelaskan materi, setiap kelompok mengerjakan lembar kerja kelompok, berdis¬kusi memecahkan rnasalah bersama-sama. Setiap ariggota kelompok harus yakin bahwa dirinya benar-benar telah menguasai materi, mem¬pertanggung jawabkannya dalam presentasi kelas, dan mempersiapkan diri dalam turnamen.
3. Turnamen
Turnamen atau pertandingan antar keloinpok dilakukan yaitu dengan memisahkan siswa yang memiliki kemampuan sama dari masing-ma¬sing kelompok yang ditempatkan dalam meja 1, siswa yang sedang dalam meja 2, dan meja 3, sedangkan siswa yang rendah diterpatkan dalam meja 4. Berikut ilustrasi turnamen yang dilaksanakan.


Siswa yang sama tingkat keccl'dasailllya dtldtll( dalam sate IllClil iur¬nalnen Untuk nlenjawab pertanyilan yang ada dl IllClil tCI'sebut sccara hergilIran. Apabila dapat nlenjawab soal dcngan benar nlaka siswa akan memperoleh kartu kemenangan yang didalanmya terdapat poin. Namun jika salah, siswa lain yang masih (',slam satu nlcja botch men¬jawab, jika benar maka kartu poin jadi in iIiknya, nam(In jika salah maka nilainya akan di kurangi. Setelah pertandingan usai para siswa menghitung nilai yang di peroleh tertera dalam kartu kemenangan, ni¬lai tersebut itulah nilai individu. Siswa yang memperoleh nilai terba¬nyak meraih tingkat I (top scorer), siswa yang memperoleh terbanyak kedua meraih tingkat 2 (high mindle scorer), siswa yang memperoleh terbanyak ketiga meraih tingkat 3 (low midle scorer), siswa yang memperoleh nilai terkecil meraih tingkat 4 (low scorer). Perolehan poin dapat ditunjukkan pada tabel berikut.


Berdasarkan perolehan poin pada turnamen sebelumnya, dan Mill) hcranggota¬kan kelonlpok yang nlcmitiki tingkat yang soma.
4. Penghargaan kelonlpok
Nilai kelonlpok dihitung hcrdasarkan iii tai rata-rata nilai yang dipero¬leh setiap anggota kelompok hetrogen semula. Bagi yang nlemiliki ni¬lai rata-rata tertinggi akan dijadikan juara pertama dan akan mempero¬leh hadiah. Penghargaan kelompok 40 point : good team
45 point : great team
50 point : Super team

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DALAM KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu proses atau sistem yang terdiri dari bebrapa
komponeen. Kelancaran jalannya komponen akan membawa kelancaran pada
proses pendidikan. Keberhasilan pendidikan tentunya tidak lepas dari belajar.
Untuk meningkatkan hasil belajar dibutuhkan motivasi dalam belajar.
Dalam kehidupan sehari- hari, orang sebagai individu yang hidup di tengah
masyarakat ingin diakui sebagai salah satu bagian dari mereka. Keinginan
dihitung timbul dari kebutuhan akan pengakuan. Demikian juga pengakuan dari
lingkungan berpangkal pada keadaan individu itu sendiri. Misalnya, pribadinya,
kemampuan yang dimiliki, prestasi. Pendapat dan evaluasi dari pihak lain
merupakan suatu refleksi objektif dan harga diri pribadi dan dinamika
pengakuannya ditentukan oleh adanya hubungan yang bersifat intrinsik dengan
kebutuhan.
Motivasi menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada
manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan
juga emosi, untuk kemudian bertindak melakukan sesuatu.
Teori Bandura (Muhammad 2001:2) menyatakan bahwa perilaku yang
dimunculkan individu merupakan hasil dari pengolahan observasinya terhadap
lingkungan. Dari lingkunganlah individu mendapatkan banyak informasi yang
akan digunakan sebagai dasar perilakunya dimasa mendatang. Demikian halnya
2
dengan motivasi yang dimiliki oleh individu, individu dapatkan dari pengadopsian
motivasi perilaku- perilaku yang dilihatnya dari lingkungan sekitar.
Teori social interaction, interaksi sosial yang membentuk motivasi kita.
Keinginan untuk tampil seragam dengan orang lain yang menjadikan kita
berperilaku tertentu. (Muhammad 2001:2)
Nickolas Cottrel (1968) melakukan ekperimen dengan orang yang
ditutup matanya (kelompok A) dan tidak ditutup matanya
(kelompok B). Kelompok A, walau tahu akan kehadiran orng lain
tidak terpengaruh prestasinya, sedangkan kelompok B terpengaruh.
Sebab kelompok B dapat melihat orang lain itu dan memperkirakan
bagaimana harapan orang lain itu mengenai prestasinya (terkejut,
heran, cemas, bersemangat dan sebagainya). Dan kesan mengenai
orang lain itu yang meningkatkan prestasinya.(Sarwono 2005:98)
Dalam beberapa penelitian yang mendahului, diperoleh hasil sebagai
berikut:
Penelititian Utomo (2005) menyimpulkan bahwa ada perbedaan motivasi
berprestasi yang signifikan antara siswa yang menjadi pengurus OSIS dan siswa
yang bukan pengurus OSIS di SMU Yayasan Pendidikan Semarang tahun ajaran
2004- 2005.
Penelitian Lestari (2003) menyatakan bahwa teman- teman sekelas yang
sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi memberikan pengaruh yang sangat
besar dalam membantu memotivasi siswa yang belum termotivasi belajarnya.
Sehingga siswa yang mengalami motivasi belajar rendah merasa ingin juga
memiliki motivasi tinggi seperti teman- teman yang telah memperoleh prestasi.
Penelitian Solekhah (2002) Menyimpulkan bahwa ada perbedaan motivasi
belajar mahasiswa, antara dosen dan mahasiswa yang mendapat interaksi
perencanaan dengan interaksi yang dilakukan apa adanya atau tanpa perencanaan
terhadap mahasiswa program studi keperawatan.
3
Berdasarkan hasil penelitian- penelitian yang mendahului tersebut di atas,
dikaitkan dengan hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya
dengan motivasi belajar dapat disimpulkan bahwa, kelompok teman sebaya
mempunyai pengaruh dalam mengembangkan aspek sosial dan psikologis, seperti
berkreatifitas sesuai dengan minatnya, dapat memenuhi kebutuhan untuk diterima
maupun memberikan sesuatu kepada kelompoknya. Di dalam kelompok teman
sebaya remaja dapat merasa diterima, dibutuhkan, dihargai. Dengan demikian
mereka dapat merasakan adanya kepuasan dalam interaksi sosialnya dengan
mengikatkan individu pada kelompok dan menyebabkan individu diri sosialnya.
Interaksi sosial menurut menurut Shaw (Ali,2004:87) merupakan suatu
pertukaran antar pribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya
satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing- masing perilaku
mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan seseorang
dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi individu lain yang menjadi
pasangannya.
Lebih tegas Suparno menjelaskan bahwa Interaksi sosial, terlebih
interaksi dengan teman- teman sekelompok, mempunyai pengaruh
besar dalam perkembangan pemikiran anak. Dengan interaksi ini,
seorang anak dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuan
yang telah dibentuknya dengan pemikiran dan pengetahuan orang
lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan pemikiran dan
pengetahuannya sendiri. Tantangan kelompok akan membantu anak
melakukan asimilasi dan akomodasi terhadap skema pengetahuan
yang telah dimilikinya. (dalam Ary H 2000:107)
Identifikasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi interaksi
sosial. Dalam mencari jati diri remaja cenderung mencari tokoh identifikasi
melalui lingkungannya sosialnya. Menurut Ali (2004:99) Kelompok teman sebaya
memegang peranan penting dalam kehidupan remaja. Remaja sangat ingin
diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di sekolah
4
maupun di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka cenderung bertingkah laku
seperti tingkah laku kelompok sebayanya.
Bagi remaja sekolah tingkat pertama motivasi afiliasi, untuk diterima
sebagai teman sebaya dalam belajar sangat menonjol. Untuk itu guru diharapkan
mampu memanfaatkan kelompok untuk memotivasi siswa dalam belajar (Golburg
dalam Prayitno 1989:75). Sedangkan menurut prinsip motivasi dari teori
behavioristik menyatakan seorang siswa yang duduk di sekolah tingkat pertama
lebih termotivasi dalam belajar kalau penguatan dari teman sebaya daripada guru
sendiri (Prayitno 1989:54). Dengan adanya motivasi, akan memberi arah pada
tingkah laku remaja. Siswa mampu menyalurkan energinya untuk menyelesaikan
tugas- tugas akademis, mengembangkan hubungan sosialnya, memperoleh
penghargaan (penerimaan) dari lingkungan sosialnya serta meningkatkan rasa
mampu, karena siswa termotivasi untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya.
Idealnya, kelompok teman sebaya sebagai media dalam pengembangan diri
remaja baik dari aspek sosial maupun psikologisnya dapat berkembang dengan
baik. Hendaknya remaja tidak memusatkan identitas pada banyaknya teman atau
berlindung di balik nama teman. Remaja harus memiliki identitas diri sendiri
sehingga tidak terjerumus pada sikap mengkompromikan standar demi diakui
dalam sebuah kelompok.
Menurut Santosa, di dalam kelompok teman sebaya tidak dipentingkan
adanya struktur organisasi, namun diantara anggota kelompok merasakan adanya
tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya (1999: 82)
Kenyataan di lapangan, Sebagian siswa berusaha menguasai bahan pelajaran
atau belajar dengan giat untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan dari
teman- teman kelompoknya, yang dapat memberikan status kepadanya. Siswa
senang bila orang lain menunjukkan pembenaran (approval) terhadap dirinya,
5
dan oleh karena itu ia giat belajar, melakukan tugas- tugas dengan baik, agar dapat
memperoleh pembenaran tersebut. Bagi remaja yang bersekolah untuk masa
remaja awal, ada unsur- unsur yang menjadi standar dalam memilih kelompok
teman sebaya. Diantaranya pola tingkah laku, minat atau kesenangan, kepribadian
atau nilai yang dianut. Apa yang mereka jadikan standar dilihatnya tentang
keserasian dan kesamaannya. Semakin besar atau banyak keserasian yang mereka
miliki maka semakin erat pula persahabatan diantara mereka. Dalam kelompok
teman sebaya, teman adalah tempat berkaca, sebagai orang yang paling dekat,
teman bisa memberi gambaran tentang diri sendiri dari dekat, bahkan kadangkadang
remaja dapat diberi identitas berdasarkan dengan siapa dia berteman.
Seperti halnya terjadi di SMP I Pegandon Kabupaten Kendal, menurut
informasi guru pembimbing dan observasi di lapangan, para siswa di sekolah ini
telah memiliki kelompok teman sebayanya sendiri- sendiri, yang dalam
pemilihanya tidak ditentukan oleh jenjang kelas (sekolah) dan tidak harus dalam
satu kelas. Selain itu, rata- rata dalam satu kelompok memiliki minat atau
kesenangan serta pola tingkah laku yang sama. Sehingga jika dalam suatu
kelompok ada anggota kelompok yang memiliki prestasi yang baik maka anggota
yang lainnya akan termotivasi untuk menjadi identik atau berusaha untuk meraih
hasil yang tidak jauh beda. Dalam hal ini remaja butuh pengakuan dari guru dan
teman-temannya sebagai sumber motivasi dalam belajar.
Melihat fenomena yang ada di lapangan belum dapat diketahui dengan pasti
hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar.
Hal ini dikarenakan belum ada penelitian yang mengulas mengenai hubungan
interaksi sosial dalam kelompok sebaya dengan motivasi belajar. Oleh sebab itu
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan Interaksi Sosial
6
dalam Kelompok Sebaya dengan Motivasi Belajar Siswa kelas IX di SMP Negeri
I Pegandon Kendal Tahun Pelajaran 2006/ 2007”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian
dalam penelitian ini adalah
1. Adakah hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok
sebaya dengan motivasi belajar siswa kelas IX di SMP Negeri I Pegandon
tahun pelajaran 2006/ 2007 ?
2. Bagaimana cara mengetahui dan menganalisis data tentang deskripsi interaksi
sosial dalam kelompok sebaya dengan motivasi belajar siswa kelas IX di SMP
Negeri I Pegandon tahun pelajaran 2006/ 2007 ?
C. Tujuan Penelitian
Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah “ Untuk mengetahui
hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok sebaya dengan motivasi belajar
siswa kelas IX di SMP Negeri I Pegandon Kendal tahun pelajaran 2006/ 2007”.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan sumbangan
ilmu dalam bidang pendidikan khususnya Bimbingan dan Konseling yaitu
membantu siswa dalam menumbuhkan serta meningkatkan motivasi belajar
sehingga pencapaian hasil belajar yang optimal dapat tercapai.
7
2. Praktis
a. Bagi siswa
Menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam belajar serta mampu
memotivasi teman yang lain.
b. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan positif bagi
sekolah, khususnya dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
E. Penegasan Judul
1. Interaksi Sosial: Suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang
menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan
masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. (Ali, 2004: 87)
Menurut H Bonner, interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua
orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi,
mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. (Sarlito, 2004:3)
2. Motivasi Belajar: Kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
belajar. Seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi akan cenderung
berhasil dalam belajar, sebaliknya seseorang yang motivasi belajarnya rendah
akan mengalami kegagalan dalam belajar.
3. Kelompok teman Sebaya: Kelompok sebaya menurut J.P Chaplin (2004: 357)
adalah kelompok teman sebaya; satu kelompok, dengan mana anak
mengasosiasikan dirinya.
8
F. Garis Besar Sistematika Skripsi
Bagian awal skripsi terdiri atas halaman judul, abstrak, halaman
pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, da
daftar lampiran.
Pada bagian isi skripsi terdapat lima bab yang terdiri dari pendahuluan,
landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasannya serta
penutup.
Bab I Pendahuluan, berisi tentang tentang latar belakang masalah
terkait dengan fenomena yang terjadi pada objek penelitian, permasalahan yang
ada, penegasan istilah pada judul skripsi ini, tujuan diadakannya penelitian,
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dan garis besar sistematika skripsi.
Bab II Landasan Teori, dalam bab ini diuraikan tentang motivasi belajar
yang berisi, pengertian motivasi, fungsi motivasi dalam belajar, faktor- faktor
yang mempengaruhi motivasi belajar,ciri- ciri motivasi, macam- macam motivasi,
bentuk- bentuk motivasi di sekolah. Interaksi sosial, yang berisi pengertian
interaksi sosial, faktor- faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, bentuk- bentuk
dan jenis- jenis interaksi sosial.kelompok sebaya , yang berisi tentang pengertian,
hakekat, fungsi kelompok sebaya, kelompok sebaya dalam situasi belajar dan
macam- macam kelompok sebaya, hubungan interaksi sosial dalam kelompok
sebaya dengan motivasi belajar serta hipotesis yang digunakan.
Bab III Metodologi penelitian, Pada bab ini dijelaskan metode
penelitian antara lain meliputi: jenis penelitian, variabel penelitian, subjek
9
penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel dan teknik sampling, metode
pengumpulan data, metode penentuan validitas dan reabilitas dan analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian, bab ini berisi tentang persiapan penelitian,
pelaksanaan penelitian, prosedur pengumpulan data dan hasil penelitian serta
pembahasan masing- masing variabel.
Bab V Penutup, dalam bab ini memuat kesimpulan dan saran- saran atas
dasar temuan dan hasil penelitian.
Bagian akhir skripsi yang meliputi daftar pustaka yang berkaitan dengan
penelitian dan lampiran yang memuat kelengkapan data dan analisisnya.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk merubah tingkah
laku ke arah yang diinginkan, dengan pendidikan manusia mampu menyikapi tabir
yang ada di alam sekitarnya, dengan harapan dapat menjangkau kehidupan
yang lebih baik di masa yang akan datang dengan pola pikir yang kritis dan
sistematis
Pendidikan merupakan suatu proses atau sistem yang terdiri dari
beberapa komponen. Kelancaran jalannya komponen akan membawa kelancaran
pada proses pendidikan. Keberhasilan pendidikan tentunya tidak lepas dari
belajar. Untuk meningkatkan hasil belajar dibutuhkan motivasi dalam belajar.
Motivasi adalah semua hal (verbal, fisik, psikologis) yang membuat
seseorang melakukan sebagai respon (Stevenson,2001:2). Menurut Sudarsono
(1997:31) motivasi adalah tenaga yang mendorong seeorang untuk berbuat.
Sedangkan menurut Sardiman (2004: 73) motivasi adalah daya penggerak yang
telah menjadi aktif
Slavin (Anni dkk,2005:111) mendefinisikan motivasi sebagai proses
internal yang mengaktifkan, memandu dan memelihara perilaku seseorang secara
terus-menerus. Sedangkan menurut Brophy (Prayitno,1989:8) mendefinisikan
motivasi sebagai energi penggerak, pengarah dan memperkuat tingkah laku
11
Brophy Mendefinisikan motivasi sebagai energi penggerak, pengarah
dan memperkuat tingkah laku (Prayitno,1989:8)
Menurut Mc. Donald (Sardiman, 2004: 74) motivasi adalah perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang
dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga pengertian penting:
a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu manusia.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa, afeksi seseorang. Dalam hal ini
motivasi relevan dengan persoalan- persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang
dapat menetukan tingkah laku manusia.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang
muncul dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang atau
terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan
menyangkut soal kebutuhan.
Dengan ke tiga pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa
motivasi itu sebagai suatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya
perubahan suatu energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut
dengan persoalan kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak
atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan
atau keinginan.
Dari beberapa pengertian tentang motivasi di atas dapat disimpulkan
10
12
bahwa Motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi- kondisi
tertentu, sehingga seseorang ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka,
maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka
tersebut. Jadi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang, namun adanya
motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar. Dalam kegiatan belajar, motivasi
dapat dikatakan sebagai daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek belajar dapat tercapai.
2. Ciri- ciri Motivasi
Menurut Tension reduction motivation, motivasi terbentuk karena
adanya kebutuhan (needs) yang tidak terpenuhi, sehingga individu mengalami
tekanan. Pada saat kebutuhan belum terpenuhi, individu mengalami
ketidakseimbangan. Untuk mengurangi tekanan tersebut individu melakukan
suatu usaha (drive) tertentu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sehingga ada
keseimbangan dalam dirinya. Tinggi rendahnya motivasi menunjukkan pada
perbedaan kecenderungan individu dalam berusaha untuk meraih suatu prestasi.
Karakteristik individu yang memiliki motivasi tinggi (Ibrahim, 2005:
27)
a. Senang bekerja keras unuk mencapai keberhasilan.
b. Selalu khawatir mengalami kegagalan
c. Cenderung bertindak atau menetapkan suatu pilihan yang realistis.
d. Senang berkompetisi yang sehat
e. Bertanggung jawab atas pilihan atau perbuatannya.
Motivasi berprestasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong
13
atau menggerakkan, untuk memenuhi keinginan atau kebutuhannya. Manusia
bertingkah laku karena didorong oleh adanya kebutuhan, Sehingga tingkah laku
seseorang bergantung pada factor kebutuhan tersebut.
Landasan pemikiran tersebut, sejalan dengan konsep motivasi
berprestasi Mc Clelland (dalam Salam, 94: 12). Menurutnya motif yang ada pada
setiap individu, meliputi motif berpretasi, persahabatan dan berkuasa.
Menurut Sardiman (2004 : 83) motivasi memiliki ciri- ciri sebagai
berikut :
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja secara terus- menerus
alam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai)
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak cepat
puas dengan prestasi yang telah dicapainya.
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam- macam masalah untuk
orang dewasa (politik, penentangan terhadap tindak kriminal,
amoral dan sebagainya)
d. Lebih senang bekerja mandiri
e. Cepat bosan pada tugas- tugas rutin (hal- hal yang bersifat
mekanis, berulang- ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif)
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan
sesuatu)
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya itu
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal- soal.
Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas berarti seseorang itu
selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi itu sangat penting
dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar akan berhasil baik kalau siswa tekun
mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan masalah dan hambatan. Siswa yang
belajar dengan baik tidak akan terjebak sesuatu yang rutinitas.
Dengan tidak bermaksud mengabaikan faktor- faktor yang lain, dalam
penelitian ini ciri- ciri motivasi yang akan diungkap adalah :
a. Senang bekerja keras umtuk mencapai keberhasilan.
14
b. Ulet menghadapai kesulitan belajar
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam- macam masalah belajar.
d. Lebih senang bekerja mandiri.
e. Cenderung bertindak atau menetapkan pilihan yang realistis.
f. Senang berkompetisi secara sehat.
g. Tidak mudah melepas hal yang diyakini.
h. Bertanggung jawab atas pilihan atau perbuatannya.
3. Fungsi Motivasi dalam Belajar
Fungsi motivasi dalam belajar menurut Sardiman (2004: 84) yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini
merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak di
dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan
tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan- perbuatan
apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,
dengan menyisihkan perbuatan- perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Di samping itu, ada juga fungsi- fungsi yang lain. Motivasi dapat
berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan
suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar
akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang
tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu
akan melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat
menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
4. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
15
Faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi, ( Sardiman, 2004: 92)
yaitu:
a. Sikap
Sikap merupakan produk dari dari kegiatan belajar. Sikap
diperoleh melalui proses seperti pengalaman, pembelajaran, identifikasi,
perilaku peran. Karena sikap itu dipelajari, sikap juga dapat dimodifikasi
dan diubah. Sikap dapat membantu secar personal karena berkaitan
dengan harga diri yang positif, atau dapat merusak secara personal karena
adanya intensitas perasaan gagal. Sikap berada pada diri setiap orang
sepanjang waktu dan secara konstan sikap itu mempengaruhi perilaku dan
belajar.
b. Kebutuhan
Kebutuhan bertindak sebagai kekuatan internal yang mendorong
seseorang untuk mencapai tujuan. Semakin kuat seseorang merasakan
kebutuhan, semakin besar peluangnya untuk mengatasi perasaan yang
menekan di dalam memenuhi kebutuhannya. Tekanan ini dapat
diterjemahkan ke dalam suatu keinginan ketika individu menyadari
adanya perasaan dan berkeinginan untuk mencapai tujuan tertentu.
Apabila siswa membutuhkan atau menginginkan sesuatu untuk dipelajari,
mereka cenderung termotivasi.
c. Rangsangan
Rangsangan merupakan perubahan. di dalam persepsi atau
pengalaman dengan lingkungan yang membuat seseorang bersifat aktif.
16
Apapun kualitasnya, stimulus yang unik akan menarik perhatian setiap
orang dan cenderung mempertahankan keterlibatan diri secara aktif
terhadap stimulus tersebut. Rangsangan secara langsung membantu
memenuhi kebutuhan belajar siswa. Apabila siswa tidak memperhatikan
pembelajaran, maka sedikit sekali belajar akan terjadi pada diri siswa
tersebut.
d. Afeksi
Sikap afeksi berkaitan dengan pengalaman emosional,
kecemasan, kepedulian dan pemilikan. Dari individu atau kelompok pada
waktu belajar. Tidak ada kegiatan belajar yang terjadi di dalam
kevakuman emosional. Siswa merasakan sesuatu saat belajar, dan emosi
siswa tersebut dapat memotivasi perilakunya kepada tujuan. Apabila
emosi bersifat positif pada waktu kegiatan belajar berlangsung, maka
emosi mampu mendorong siswauntuk belajar keras. Integritas emosi dan
berpikir siswa itu dapat mempengaruhi motivasi belajar dan menjadi
kekuatan terpadu yang positif, sehingga akan menimbulkan kegiatan
belajar yang efektif.
e. Kompetensi
Manusia pada dasarnya memiliki keinginan untuk memperoleh
kompetensi dari lingkungannya. Teori kompetensi mengasumsikan bahwa
siswa secara alamiah berusaha keras untuk berinteraksi dengan lingkungan
secara efektif.
f. Penguatan
17
Penguatan merupakan peristiwa untuk mempertahankan atau
meningkatkan kemungkinan respon. Penguatan positif memainkan
peranan penting. Penguat positif menggambarkan konsekuensi atas
peristiwa itu sendiri. Penguat positif dapat berbentuk nyata, misalnya
dapat berupa sosial, seperti afeksi.
Dalam kegiatan belajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik
sangat diperlukan. Dengan motivasi, siswa dapat mengembangkan aktivitas
dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan
kegiatan belajar.
5. Macam- macam Motivasi
Menurut Sardiman (2004: 86), Motivasi diantaranya dapat dilihat
dari sudut pandang:
a. Motivasi Intrinsik
Adalah motif- motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar. Karena dalam diri individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi Ekstrinsik adalah motif- motif yang aktif dan berfungsi karena
adanya perangsang dari luar.
Motivasi ekstrinsik menurut Sudarsono (1997), dorongan, dari
luar tindakan atau perbuatan yang didasarkan oleh dorongan- dorongan
yang bersumber dari luar pribadi seseorang (lingkungan) melakukan
sesuatu karena ada paksaan dari luar.
Keberadaan motivasi ekstrinsik juga diperlukan dalam kegiatan
18
belajar, sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubahubah,
dan juga mungkin komponen- komponen lain dalam proses
pembelajaran ada yang kurang menarik bagi siswa.
Di dalam kegiatan belajar dan mengajar peranan motivasi baik
intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar
dapat mengembangkan aktifitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan
memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
6. Bentuk- bentuk Motivasi di Sekolah
Bentuk- bentuk untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan
belajar di sekolah menurut Sardiman (2004 :91)
a. Memberi angka
Angka- angka yang baik bagi siswa merupakan motivasi yang
kuat. Tetapi ada juga, siswa yang belajar hanya ingin naik kelas saja. Ini
menunjukkkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila
dibandingkan siswa yang menginginkan nilai yang baik. Namun,
pemberian angka- angka harus mampu dikaitkan dengan nilai yang
terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada siswa,
sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan
afeksinya.
b. Hadiah
Hadiah juga dapat dikatakan sebagai motivasi, Tetapi tidak
selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak
akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk
19
pekerjaan tersebut.
c. Saingan atau kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi
untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual
maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Hal ini dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa.
d. Ego- involvement
Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk
mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian
tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri.
e. Memberi ulangan.
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui ada
ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana
motivasi.
f. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apabila kalau terjadi
kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin
mengetahui bahwa grafik hasi belajar meningkat, maka ada motivasi pada
diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus
meningkat.
g. Pujian
Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan memupuk
20
suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar.
h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena
itu seorang guru harus memahami prinsp- prinsip pemberian hukuman.
i. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar berarti pada diri siswa memang ada
motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih
baik.
j. Minat
Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga dengan
minat.
k. Tujuan yang diakui
Dengan memahami tujuan yang harus dicapai akan
menimbulkan gairah untuk terus belajar.
7. Konsep terbentuknya motivasi
Dalam membicarakan konsep motivasi, tidak terlepas juga dari
konsep kebutuhan, konsep dorongan, konsep perilaku serta tujuan. Hariyadi
mengemukakan, seseorang yang terdorong untuk berbuat atau melakukan
sesuatu, setidaknya karena adanya kebutuhan yang hendak dicapai. (2003:
106).
Seseorang yang diasumsikan mempunyai kebutuhan akan
21
penghargaan dan pengakuan, maka timbullah upaya berupa tingkah laku untuk
mencapai tujuan yaitu kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan. Misalnya
seorang siswa yang memiliki kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh
teman- teman satu kelas, siswa tersebut mengambil keputusan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dengan merebut kejuaraan kelas dalam ulangan
semester dengan tujuan agar teman- temannya memberikan penghargaan dan
pengakuan.
Setiap orang dapat membuat reaksi- reaksi yang diperlukan berupa
tingkah laku untuk mencapai tujuan. Tingkah laku merupakan realisasi dari
usaha pemenuhan suatu kebutuhan. Kebutuhan dapat dipandang sebagai suatu
aturan yang obyektif terdapat dalam diri individu yang akan terpenuhi akan
menyebabkan tercapainya suatu kepuasan dan adanya penyesuaian antara
individu dengan lingkungannya.
Menurut Martin Handoko (2006 : 51) konsep terbentuknya motivasi
adalah sebagai berikut :
Gambar. 1
Organisme manusia selalu berusaha memenuhi suatu keseimbangan,
apabila keseimbangan itu terganggu, akan mengakibatkan suatu ketegangan
Dorongan
Kebutuhan
Perbuatan
Motivasi
Motif Tujuan
22
yang menggerakkan manusia itu untuk mengembalikan situasinya ke dalam
perimbangan.
B. Interaksi Sosial
1. Pengertian Interaksi sosial
Thibaut dan Kelley, mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa
saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir
bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi
satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan
untuk mempengaruhi individu lain. (Ali, 2004: 87)
Menurut Homans (Ali, 2004: 87) mendefisikan interaksi sebagai
suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap
individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu
tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang
dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu tindakan
yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi
tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Shaw mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran
antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama
lain dalam kehadiran mereka, dan masing- masing perilaku mempengaruhi
satu sama lain. (Ali, 2004: 87).
Menurut Bonner (2004:3) Interaksi sosial merupakan suatu
hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu
23
mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya
(Ali, 2004:87)
Hugo F. Reading (1986: 207) mendefinisikan interaksi sebagai
proses saling merangsang dan menanggapi satu sama lain.
Menurut S.S. Sargent, Social interation is to consider social
behavior always within a group frame work, as related to group structure and
function (Santosa, 2004:11) yang artinya tingkah laku sosial individu
dipandang sebagai akibat adanya struktur dan fungsi kelompok.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi mengandung
pengertian hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masingmasing
orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam
interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang
terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.
2. Faktor- faktor yang mempengaruhi interaksi social
Menurut Gerungan (2000: 58 ) faktor- faktor ynag mempengaruhi
interaksi sosial yaitu,
a. Faktor Imitasi
Merupakan dorongan untuk meniru orang lain, misalnya
dalam hal tingkah laku, mode pakaian dan lain- lain.
b. Faktor Sugesti
Yaitu pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri
maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa
adanya kritik dari orang lain.
c. Faktor identifikasi
Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama)
dengan orang lain.
d. Faktor Simpati
Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Interaksi
sosial yang mendasarkan atas rasa simpati akan jauh lebih
mendalam bila dibandingkan hanya berdasarkan sugesti atau
24
imitasi saja.
3. Bentuk- bentuk Interaksi Sosial
Menurut Park dan Burgess (Santosa,2004:12) bentuk interaksi sosial
dapat berupa:
a. Kerja sama
Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial dimana orangorang
atau kelompok-mkelompok bekerja sama Bantumembantu
untuk mencapai tujuan bersama. Misal, gotongroyong
membersihkan halaman sekolah.
b. Persaingan
Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orangorang
atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang
sama.
c. Pertentangan.
Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial yang berupa
perjuangan yang langsung dan sadar antara orang dengan
orang atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai tujuan
yang sama
d. Persesuaian
Persesuaian ialah proses penyesuaian dimana orang- orang
atau kelompok- kelompok yang sedang bertentangan
bersepakat untuk menyudahi pertentangan tersebut atau setuju
untuk mencegah pertentangan yang berlarut- larut dengan
melakukan interaksi damai baik bersifat sementara maupun
bersifat kekal.
Selain itu akomodasi juga mempunyai arti yang lebih luas
yaitu, penyesuaian antara orang yang satu dengan orang yang
lain, antara seseorang dengan kelompok, antara kelompok
yang satu dengan kelompok yang lain.
e. Perpaduan
Perpaduan adalah suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan,
yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan
yang terdapat di antara individu atau kelompok. Dan juga
merupakan usaha- usaha untuk mempertinggi kesatuan
tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan
kepentingan dan tujuan bersama.
4. Jenis- jenis Interaksi
Menurut Shaw (Ali,2004: 88) membedakan interaksi dalam menjadi
tiga jenis, yaitu:
25
a. Interaksi verbal. Interaksi verbal terjadi apabila dua orang atau
lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunkan
alat- alat artikulasi. Prosesnya terjadi dalam saling tukar
percakapan satu sama lain.
b. Interaksi fisik. Interaksi fisik terjadi manakala dua orang atau
lebih melakukan kontak dengan menggunakan bahasa- bahasa
tubuh.
c. Interaksi emosional. Interaksi emosional terjadi manalaka
individu malakukan kontak satu sama lain dengan melakukan
curahan perasaan.
C. Kelompok Teman Sebaya
1. Pengertian kelompok teman sebaya
Dalam kamus konseling (Sudarsono,1997:31), teman sebaya berarti.
teman- teman yang sesuai dan sejenis, perkumpulan atau kelompok pra
puberteit yang mempunyai sifat- sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis.
Sedangkan pengertian kelompok menurut Billig, (Sarwono,2005:
22) yaitu sebagai kumpulan orang- orang yang anggota- anggotanya sadar
atau tahu akan adanya satu identitas sosial bersama.
Identitas sosial menurut Billig,(Sarwono,2005: 22) adalah sebuah
proses yang mengikatkan individu pada kelompoknya dan menyebabkan
individu diri sosialnya.
Menurut Johnson (Sarwono, 2005: 23) Kelompok adalah kumpulan
dua orang individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masingmasing
menyadari keanggotaanya dalam kelompok, masing- masing
menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok dan masingmasing
menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan
bersama.
26
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang saling berkaitan,
berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam perilaku untuk mencapai tujuan
bersama.
Kelompok teman sebaya adalah kelompok persahabatan yang
mempunyai nilai- nilai dan pola hidup sendiri, di mana persahabatan dalam
periode teman sebaya penting sekali karena merupakan dasar primer
mewujudkan nilai- nilai dalam suatu kontak sosial. Disamping itu juga
mempraktekkan berbagai prinsip kerja sama, tanggungjawab bersama,
persaingan yang sehat dan sebagaianya. Jadi kelompok teman sebaya
merupakan media bagi anak untuk mewujudkan nilai- nilai sosial tersendiri
dalam melakukan prinsip kerjasama, tanggungjawab dan kompetisi.
2. Hakekat kelompok teman sebaya
Anak berkembang di dalam dua dunia sosial:
a. Dunia orang dewasa, yaitu orang tuanya, guru- gurunya dan sebagainya.
b. Dunia teman sebaya, yaitu sahabat- sahabatnya, kelompok bermain,
perkumpulan- perkumpulan.
Dunia
orang
dewasa
Dunia
teman
sebaya
Anak
27
Anak hidup di dalam dua dunia
Bagi anak, kelompok sebaya ialah kelompok anak- anak tertentu
yang saling berinteraksi. Setiap kelompok memiliki peraturan- peraturanya
sendiri, tersurat maupun tersirat, memiliki tata sosialnya sendiri, mempunyai
harapan- harapannya sendiri bagi para anggotanya. Setiap kelompok sebaya
juga mempunyai kebiasaan- kebiasaan, tradisi-tradisi, perilaku, bahkan bahasa
sendiri. Kelompok sebaya merupakan lembaga sosialisasi yang penting
disamping keluarga, sebab kelompok sebaya juga turut serta mengajarkan
cara- cara hidup bermasyarakat. Biasanya anatar umur empat dan tujuh tahun
dunia sosial anak mengalami perubahan secara radikal, dari dunia kecil yang
berpusat di dalam keluarga ke dunia yang lebih luas yang berpusat pada
kelompok sebaya. Anak cenderung merasa nyaman berada bersama- sama
teman- teman sebayanya daripada berada bersama orang- orang dewasa,
meskipun orang- orang dewasa tersebut bersikap menerima dan penuh
pengertian.
3. Fungsi Kelompok teman sebaya
Fungsi kelompok sebaya
a. Mengajarkan kebudayaan masyarakatnya. Melalui kelompok
sebayanya itu anak akan belajar standar moralitas orang
dewasa, seperti bermain secara baik, kerja sama, kejujuran,
dan tanggung jawab.
b. Kelompok sebaya mengajarkan peranan- peranan sosial
sesuai dengan jenis kelamin
c. Kelompok sebaya merupakan sumber informasi.
d. Mengajarkan mobilitas sosial
e. Menyediakan peranan- peranan sosial baru.
f. Kelompok sebaya membantu anak bebas dari orang- orang
28
dewasa. Dukungan kelompok sebaya membuat anak merasa
kuat dan padu
(Santosa, 2004: 79)
4. Kelompok sebaya sebagai situasi belajar
Dunia teman sebaya dalam situasi belajar.
a. Dalam dunia teman sebaya, anak memiliki status yang sama, anak
memiliki status yang sama dan sederajat dengan anak lain.
b. Dalam kelompok sebaya, belajar biasanya berlangsung dalam situasi yang
kurang terkait secara emosional, ini berlangsung pada umur permulaan,
ketika anak kurang menyadari bahawa situasi belajar itu adalah suatu
situasi belajar.
c. Pengaruh kelompok sebaya terhadap anak yang umurnya semakin
bertambah cenderung menjadi lebih penting jika dibandingkan dengan
pengaruh keluarga, sebab anak itu semakin lama semakin sering berada di
tengah- tengah kelompok sebayanya.
5. Macam- macam Kelompok teman sebaya
Menurut Hurlock (1999 : 215) ada beberapa lima macam kelompok
teman sebaya dalam remaja, antara lain :
a. Teman Dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat.
b. Teman Kecil
Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman- teman dekat.
c. Kelompok Besar
29
Kelompok besar terdiri dari beberapa kelompok kecil dan
kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat akan pesta
dan berkencan. Karena kelompok ini besar maka penyesuaian minat
berkurang di antara anggota- anggotanya sehingga terdapat jarak sosial
yang lebih besar di antara mereka.
d. Kelompok Terorganisasi
Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa, dibentuk oleh
sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para
remaja yang tidak mempunyai kelompok besar. Banyak remaja yang
mengikuti kelompok seperti ini merasa diatur dan berkurang minatnya
ketika berusia 16- 17 tahun.
e. Kelompok Gang
Remaja yang tidak termasuk kelompok besar dan tidak merasa
puas dengan kelompok yang terorganisasi, mungkin akan mengikuti
kelompok gang. Anggota biasanya ter diri dari anak- anak sejenis dan minat
mereka melalui adalah untuk menghadapi penolakan teman- teman melalaui
perilaku antisosial.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai macam
jenis kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya yang pasti ada di
sekolah adalah kelompok yang diorganisir, yaitu kelas yang merupakan
kelompok di sekolah yang sudah pasti keberadaan anggotanya dan bersifat
tetap.
D. Hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi
belajar kelas IX di SMP N 1 Pegandon
30
Motivasi merupakan satu variabel penyelang yang digunakan untuk
menimbulkan faktor- faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan,
mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku, menuju satu sasaran.
Motivasi relevan dengan persoalan- persoalan kejiwaan, afeksi dan
emosi yang dapat menentukan tingkah laku. Motivasi muncul dalam diri manusia,
tetapi kemunculannya karena terdorong atau terangsang oleh adanya unsur lain,
yaitu tujuan. Tujuan ini menyangkut soal kebutuhan. Dengan demikian dapat
ditegaskan bahwa motivasi, akan selalu terkait dengan kebutuhan. Kebutuhan ini
akan timbul karena adanya keadaan yang tidak seimbang atau ketegangan yag
menuntut suatu kepuasan. Kalau sudah seimbang dan terpenuhi pemuasannya
berarti telah tercapai suatu kebutuhan yang diinginkan. Keadaan tidak seimbang
atau rasa tidak puas itu, diperluka adanya motivasi yang tepat.
Bigelow (dalam Sarlito) telah melakukan penelitian yang
mengungkapkan bahwa anak- anak (9- 13 tahun), teman dekat adalah yang paling
besar pengaruhnya, menyusul orang tua, keluarga, dan anak- anak lain. Jadi yang
paling berpengaruh adalah faktor kedekatan dan keakraban.
Penelitian Utomo (2005) menyimpulkan bahwa ada perbedaan motivasi
berprestasi yang signifikan antara siswa yang menjadi pengurus OSIS dan siswa
yang bukan pengurus OSIS di SMU Yayasan Pendidikan Ekonomi Semarang
tahun ajaran 2004- 2005.
Hasil penelitian Wibisono (2004) menyimpulkan bahwa ada korelasi
31
positif antara interaksi remaja dalam peer group dengan keputusan remaja remaja
pada siswa kelas I, II, dan III SMU Unggulan Nurul Islami. Hal ini menunjuk
bahwa di dalam pengambilan keputusan para remaja dipengaruhi oleh
interaksinya dengan peer group atau kelompok teman sebaya.
Telah diketahui bersama, bahwa manusia makhluk sosial yang tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan oang lain, maka dari itu manusia pasti hidup
berkelompok. Demikian juga remaja terutama di sekolah yang usianya sebaya
cenderung hidup berkelompok secara unik yang biasa disebut kelompok teman
sebaya atau tema sebaya, yang di dalamnya terdapat hubungan emosional yang
eratdalam interaksi antaranggota kelompoknya.
Kelompok teman sebaya, merupakan sarana bagi remaja untuk saling
berinteraksi, setiap kelompok teman sebaya, memiliki peraturan- peraturan
sendiri, mempunyai harapan- harapan sendiri bagi para anggotanya. Melalui
kelompok teman sebaya remaja akan belajar standar moralitas orang dewasa,
bermain secara baik, kerja sama, kejujuran dan tanggungjawab. Di dalam
kelompok teman sebaya remaja dapat merasa diterima, dibutuhkan, dihargai.
Dengan demikian mereka dapat merasakan adanya kepuasan dalam interaksi
sosialnya.
Interaksi menurut menurut Shaw (Ali,2004:87) merupakan suatu
pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya
satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing- masing perilaku
mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan seseorang
dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi individu lain yang menjadi
pasangannya.
32
Identifikasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi interaksi
sosial. Dalam mencari jati diri remaja cenderung mencari tokoh identifikasi
melalui lingkungannya sosialnya. Menurut Ali (2004:99) Kelompok teman sebaya
memegang peranan penting dalam kehipan remaja. Remaja sangat ingin diterima
dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di sekolah maupun
di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka cenderung bertingkah laku seperti
tingkah laku kelompok sebayanya. Dan dikata pula bahwa suatu interaksi
dikatakan berkualitas jika mampu memberikan kesempatan kepada individu untuk
mengembangkan diri dengan segala kemungkinan yang dimilikinya (2004: 89)
Bagi remaja sekolah tingkat pertama motivasi afiliasi, untuk diterima
sebagai teman sebaya dalam belajar sangat menonjol. Untuk itu guru diharapkan
mampu memanfaatkan kelompok untuk memotivasi siswa dalam belajar (Golburg
dalam Prayitno 1989:75). Sedangkan menurut prinsip motivasi dari teori
behavioristik menyatakan seorang siswa yang duduk di sekolah tingkat pertama
lebih termotivasi dalam belajar kalau penguatan dari teman sebaya daripada guru
sendiri (Prayitno 1989:54). Dengan adanya motivasi, akan memberi arah pada
tingkah laku remaja. Siswa mampu menyalurkan energinya untuk menyelesaikan
tugas- tugas akademis, mengembangkan hubungan sosialnya, memperoleh
penghargaan (penerimaan) dari lingkungan sosialnya serta meningkatkan rasa
mampu, karena siswa termotivasi untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya.
Dalam kehidupan sehari- hari, orang sebagai individu yang hidup di
tengah masyarakat ingin diakui sebagai salah satu bagian diantara mereka.
Keinginan di hitung timbul dari kebutuhan akan pengakuan. Bagi remaja yang
bersekolah untuk masa remaja awal, ada unsur- unsur yang menjadi standar dalam
memilih kelompok teman sebaya. Diantaranya pola tingkah laku, minat atau
33
kesenangan, kepribadian atau nilai yang dianut. Apa yang mereka jadikan standar
dilihatnya tentang keserasian dan kesamaannya. Semakin besar atau banyak
keserasian yang mereka miliki maka semakin erat pula persahabatan diantara
mereka.
Dalam kelompok teman sebaya, teman adalah tempat berkaca, sebagai
orang yang paling dekat, teman bisa memberi gambaran tentang diri sendiri dari
dekat, bahkan kadang- kadang remaja dapat diberi identitas berdasarkan dengan
siapa dia berteman. Dengan demikian, respon anak terhadap kesulitan atau
hambatan, banyak tergantung juga pada keadaan dan sikap lingkungan.
Sehubungan dengan ini, maka peranan motivasi sangat penting di dalam upaya
menciptakan kondisi- kondisi tertentu yang lebih kondusif untuk memperoleh
keunggulan. Menjadi identik atau berusaha untuk meraih hasil yang tidak jauh
beda. Dalam hal ini remaja butuh pengakuan dari guru dan teman- temannya
sebagai sumber motivasi dalam belajar.
E. Hipotesis
Berdasarkan konsep teori di atas maka hipotesis yang diajukan adalah:
“Ada hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan
motivasi belajar kelas IX di SMP Negeri I Pegandon“.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan usaha untuk menemukan, mengembangkan,
dan menguji suatu kebenaran pengetahuan dengan menggunakan cara- cara
ilmiah. Hal- hal yang harus diperhatikan dalam penelitian adalah metode yang
digunakan harus disesuaikan dengan objek penelitian dan tujuan yang akan
dicapai sehingga penelitian akan berjalan dengan sistematis.
Penggunaan metode penelitian harus tepat dan mengarah pada tujuan
penelitian, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metodemetode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Jenis Penelitian
“Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang.
Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu
penelitian kualitatatif dan penelitian kuantitatif” (Sugiyono, 2005:14)
Bila dilihat kedalaman analisisnya, jenis penelitian terbagi atas penelitian
deskriptif dan penelitian inferensial (Sugiyono, 2005:12). Jika dipandang dari sifat
permasalahannya, terdapat delapan jenis penelitian yaitu penelitian historis,
penelitian deskriptif, penelitian perkembangan, penelitian kasus atau lapangan.
Penelitian korelasional, penelitian kausal komparatif, penelitian eksperimental dan
penelitian tindakan.
Berdasarkan dengan judul penelitian ini, yaitu “Hubungan Interaksi Sosial
33
dalam kelompok teman sebaya dengan Motivasi Belajar pada Siswa Kelas IX
SMP Negeri I Pegandon Kabupaten Kendal Tahun ajaran 2006/ 2007”, maka
dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kuantitatif korelasional. Sebab penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan
antara dua variabel. Dalam menganalisis data dengan menggunakan data- data
numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistik, setelah diperoleh
hasilnya, kemudian dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari
oleh angka yang diolah dengan metode statistik tersebut.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,1998:108).
Populasi harus dibatasi dan ditegaskan sampai pada batas- batas tertentu yang
dapat dipergunakan untuk menentukan sampel. Hal ini ditegaskan lagi bahwa
suatu hal yang diperhatikan keadaan homogenitasnya. Apabila keadaan populasi
itu homogen maka pengambilan sampel akhir tidak ada permasalahan.
Berdasarkan dengan tujuan dari penelitian ini, maka populasi dari penelitian
ini adalah siswa kelas IX SMP Negeri I Pegandon Kabupaten Kendal Tahun
Ajaran 2006/ 2007.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX yang berjumlah 217
yang terbagi dalam lima kelas, dua kelas berjumlah 44 siswa dan tiga kelas
lainnya berjumlah 43 siswa. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan
lengkap, berikut ini disajikan mengenai daftar siswa kelas IX di SMP Negeri I
Pegandon Kabupaten Kendal Tahun Ajaran 2006/2007.
Tabel. 1
POPULASI PENELITIAN
No KELAS JUMLAH SISWA
1.
2.
3.
4.
5.
Kelas IX.1
Kelas IX.2
Kelas IX.3
Kelas IX.4
Kelas IX.5
44
44
43
43
43
JUMLAH 217
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki populasi tersebut (Sugiyono,2005:56). Karena sampel merupakan bagian
dari populasi, maka harus memilih ciri- ciri yang dimiliki oleh populasinya.
Sampel harus memiliki paling sedikit satu sifat yang sama, baik sifat kodrat
maupun sifat- sifat pengkhususan. Proporsi jumlah sampel yang diambil
tergantung pada sifat populasi, artinya jika keadaan populasi homogen, sampel
tidak perlu terlalu banyak, tetapi jika keadaan populasi heterogen maka sampel
seyogyanya dalam jumlah yang banyak. Homogenitas sampel pada penelitian ini
yaitu kelas. Karena kelas merupakan kelompok teman sebaya yang ada di sekolah
dan keberadaan anggotanya bersifat tetap. Alasan peneliti memilih kelas IX
karena kelas tertinggi di jenjang SMP yaitu kelas IX. Berarti interaksi sosial yang
lama terjalin yaitu kelas IX. Dengan asumsi, kedekatan antar siswa lebih dalam.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pada penelitian ini untuk ukuran jumlah
sampelnya sebagian dari jumlah populasi yang ada, yang jumlahnya 217 siswa.
Arikunto (1998; 126) menuliskan “Ukuran jumlah sampel pada penelitian, jika
populasinya sedikit bisa 10- 15 % atau 20- 25% jika populasinya banyak”.
Dengan demikian, pada penelitian ini diambil 20 % dari populasi sehingga
jumlah sampelnya adalah 20% X 217 siswa = 43 siswa. Alasan peneliti
menggunakan 20% pada penentuan ukuran jumlah sampel karena:
a. Jumlah siswa (217) yang tidak mungkin diambil semua menjadi sampel
b. Agar semua kelas terwakili menjadi sampel
Dalam pengambilan jumlah sampel dengan mengikuti teknik sampling.
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. (Sugiyono,2005:56).
Adapun teknik pengambilan sampel, dengan menggunakan teknik
proporsional random sampling. Alasan menggunakan teknik ini karena yang
menjadi populasi dalam penelitian ini hanya siswa kelas IX SMP Negeri I
Pegandon Kabupaten Kendal, dalam setiap kelasnya diambil jumlah yang sama
untuk memperoleh pertimbangan masing- masing kelas.
Tabel. 2
SAMPEL PENELITIAN
NO KELAS JUMLAH SISWA PROSENTASE
1.
2.
3.
4.
5.
Kelas IX.1
Kelas IX.2
Kelas IX.3
Kelas IX.4
Kelas IX.5
44
44
43
43
43
20% X 44 = 8.6 %
20% X 44 = 8.6 %
20% X 43 = 8.2 %
20% X 43 = 8.2 %
20% X 43 = 8.2 %
JUMLAH 217 20 % X 217 = 43,4
C. Variabel
Menurut Sugiyono, Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti
untuk diamati (2005:2). Sedangkan menurut Syaifudin Azwar, Variabel
merupakan konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek
penelitian yang dapat bervariasi secara kualitatif ataupun kuantitatif (1999:59)
Dengan berdasar pada definisi- definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
variabel merupakan objek yang bervariasi dan dapat dijadikan sebagai titik
perhatian. Titik perhatian dalam penelitian ini adalah hubungan interaksi sosial
dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar.
1. Jenis Variabel
Berdasarkan pada pengertian variabel di atas dan judul dari penelitian ini,
maka dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan terikat.
Sebab penelitian ini ingin meneliti tentang ada tidaknya hubungan interaksi sosial
dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar, sehingga jenis penelitian
ini adalah penelitian deskriptif korelasional.
a. Variabel bebas (X)
Variabel bebas adalah gejala yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah interaksi sosial
dalam teman sebaya
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah suatu gejala akibat dari variabel bebas. Dalam
penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah motivasi belajar.
2. Hubungan Antar variabel
Hubungan antarvariabel X dan variabel Y dapat dilihat dalam bentuk gambar
sebagai berikut:
Variabel X Variabel Y
Gambar.2
Hubungan antar variabel
Pada penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel idependen (X) atau
variabel yang mempengaruhi yaitu interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya
dan variabel dependen (Y) atau variabel yang dipengruhi yaitu motivasi belajar.
3. Definisi Operasional
Untuk mengoperasionalkan variabel penelitian, maka perlu dirumuskan
definisi operasional. Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel
yang dirumuskan berdasarkan karakteristik- karkteristik variabel tersebut yang
dapat diamati (Azwar,99:74). Variabel dalam penelitian ini mempunyai definisi
operasional sebagai berikut:
Upaya manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dilaksanakan
melalui proses sosial yang disebut interaksi sosial, yaitu hubungan timbal balik
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok
dengan kelompok dalam masyarakat. Kelangsungan interaksi sosial ini, meskipun
dalam bentuknya yang sederhana namun merupakan proses yang kompleks.
Adapun bentuk- bentuk interaksi sosial yang akan dijadikan dalam pengembangan
instrument dalam penelitian ini, yaitu:
1. Kerja sama (Cooperation)
2. Persaingan (Competition)
3. Pertentangan (Conflict)
4. Persesuaian (Accomodation)
Interaksi sosial dalam
teman sebaya
Motivasi belajar
5. Asimilasi atau perpaduan (Asimilation)
Motivasi belajar dalam penelitian ini adalah kekuatan untuk mendorong,
menentukan dan menyeleksi perbuatan yang nyata dari individu untuk belajar.
Adapun ciri- ciri motivasi belajar yang akan dijadikan dalam pengembangan
instrument dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Senang bekerja untuk mencapai keberhasilan
2. Ulet menghadapi kesulitan belajar.
3. Menunjukkan minat terhadap bermacam- macam.masalah.
4. Lebih senang bekerja mandiri.
5. Cenderung bertindak atau menetapkan pilihan yang realistis.
6. Senang berkompetisi secara sehat.
7. Tidak mudah melepas hal yang diyakini.
8. Bertanggung jawab atas pilihan atau perbuatannya.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan suatu cara yng ditempuh oleh peneliti
untuk memperoleh data yang akan diteliti. Data merupakan faktor yang penting,
karena dengan adanya data dapat ditarik kesimpulan untuk memperoleh dan
penyimpulan data untuk mengetahui hasil dari penelitian yang telah dilakukan
serta dapat ditarik kesimpulan dengan mudah.
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data yang diperlukan,
dalam penelitian ini digunakan metode non tes yaitu menggunakan skala
psikologis. Skala psikologis merupakan alat pengumpul data yang digunakan
untuk mengukur aspek- aspek psikologis yang terdapat dalam individu.
Karakteristik skala psikologi menurut Saifuddin Azwar (1999: 4) yaitu:
1. Stimulus berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap
indikator- indikator perilaku yang bersangkutan.
2. Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung
melalui indikator- indikator perilaku, sedangkan indikator perilaku
diterjemahkan dalam bentuk item- item maka skala psikologi selalu
berisi banyak item.
3. Respon subyek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau
salah, semua jawaban dapat diterima, sepanjang diberikan secara
jujur dan sungguh- sungguh, hanya saja jawaban yang berbeda akan
diinterpretasikan berbeda pula.
Adapun alasan peneliti menggunakan skala psikologi sebagai alat ukur,
karena:
1. Data yang diungkap berupa konstruk atau konsep psikologi yang
menggambarkan aspek motivasi dan interaksi sosial dalam kelompok teman
sebaya
2. Stimulus berupa pertanyaan tertuju pada indikator perilaku guna memancing
jawaban yang merupakan refleksi keadaan diri subyek yang biasanya tidak
disadai oleh responden yang bersangkutan
3. Respon terhadap skala psikologi diberi melewati skala penskalaan
Peneliti menyadari bahwa banyak kelemahan dari skala psikologi karena
kurang menjamin kebenaran dari jawaban responden. Jawaban responden
mungkin hanya sekedar pengakuan saja dan tidak benar- benar terjadi dalam
kehidupan nyata, namun peneliti berusaha menekan semaksimal mungkin
kelemahan skala tersebut dengan cara membuat variasi jawaban dalam soal item
skala. Responden memilih alternatif jawaban yang disediakan sesuai dengan
pendapat dan apa yang terjadi pada responden.
Penelitian ini menggunakan skala interaksi sosial dan motivasi belajar
dengan empat alternatif jawaban. Alasan peneliti menggunakan empat alternatif
jawaban yaitu, untuk menghindari jawaban yang memberikan makna ambigu dan
untuk menghindari responden yang pasif serta cenderung memilih posisi aman
tanpa memberi jawaban yang pasti, karena respon yang kita inginkan adalah
respon yang diyakini oleh subjek
Dalam pemberian skor, setiap respon positif terhadap item Favoriabel akan
diberi bobot yang lebih tinggi daripada respon negatif yaitu dari empat sampai
dengan satu, Sebaliknya untuk item unavoriabel respon positif akan diberi skor
yang bobotnya lebih rendah dari respon negatif, yaitu satu sampai dengan empat.
Setiap jenis respon mendapat nilai sesuai dengan arah pernyataan yang
bersangkutan.
Pilihan alternatif jawaban dan skoring setiap item pernyataan dalam skala
interaksi sosial dan skala motivasi belajar dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.
Skoring pada skala Interaksi Sosial
Skor
No Jawaban
+ -
1.
2.
3.
4.
Sangat sesuai (SS)
Sesuai (S)
Tidak Sesuai (TS)
Sangat Tidak Sesuai (STS)
4
3
2
1
1
2
3
4
Tabel. 4
Skoring pada skala Motivasi Belajar
Skor
No Jawaban
+ -
1.
2.
3.
4.
Sangat sesuai (SS)
Sesuai (S)
Tidak Sesuai (TS)
Sangat Tidak Sesuai (STS)
4
3
2
1
1
2
3
4
Untuk menyusun dan mengembangkan instrumen maka peneliti terlebih
dahulu membuat kisi- kisi instrumen yang memuat tentang indikator dari variabel
penelitian yang dapat memberikan gambaran mengenai isi dan dimensi kawasan
ukur yang akan dijadikan acuan dalam penulisan item. Kisi- kisi instrumen
tersebut terdiri dari variabel X yaitu interaksi sosial dan variabel Y yaitu motivasi
belajar.
Kisi-kisi instrumen dengan empat macam alternatif jawaban yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
No
Variabel Sub Variabel Indikator No Aitem
(+) (-)
1.
Motivasi
Belajar
1.1. Senang
bekerja
keras untuk
mencapi
keberhasilan
1.2. Ulet
a. Tekun dalam
belajar.
b. Optimis dalam
belajar
a. Tidak mudah
1,4,8,9,11
2,3
14,16,19
5,7,12
6,10
17,20
menghadapi
kesulitan
belajar.
1.3. Menunjukan
minat
terhadap
bermacammacam
masalah
belajar
1.4. Lebih
senang
bekerja
mandiri.
1.5. Cenderung
bertindak
atau
menetapkan
pilihan yang
realistis.
1.6. Senang
berkompetis
i yang sehat.
putus asa dalam
belajar
b. Tertantang
dalam
menghadapi
kesulitan belajar
a. Tidak khawatir
menghadapi
masalah belajar
b. Ikut
berpartisipasi
dalam
pemecahan
masalah belajar
a. Tidak
bergantung
pada orang lain
b. Percaya pada
kemampuan diri
sendiri
a. Tidak terjebak
pada rutinitas
b. Dinamis
a. Bertanggung
jawab
b. Memiliki
semangat
belajar
13,15,22
24,27
23,26,30
33,35
32,3,4
42,45
41,43
52,54,56
51,55,57
18,21
29,31
25,28
38,37
36,40,39
47,48
44,46,49
50,58,59
53,60,61
2.
Interaksi
sosial
dalam
kelompo
k teman
sebaya
1.7. Tidak
mudah
melepas hal
yang
diyakini
1.8. Bertanggung
jawab atas
pilihan atau
perbuatanya
2.1. Kerjasama
2.2. Persaingan
2.3.
Pertentangan
a. Teguh pendirian
b. Konsekuen
a. Mandiri
b. Disiplin
a. Mempunyai
tujuan yang
sama
b. Saling
memberi atau
menerima
pengaruh
c. Kesediaan
untuk
membantu
a. Saling
berusaha untuk
mencapai
keuntungan.
b. Menarik
perhatuan
kelompok
c. Seleksi
individu
a. Perbedaan
kepentingan
b. Perubahan-
62,63,67
64,69
76,78,79
74,77
2,5,9,14
1,6,7
8,13,18
27,22,26
25,30
28,29
35,36,43
34, 40, 44,
66,68
65,70
71,73,75
72,80
10,12,17
15,16
3,4,11
24,31,33
21,32
20,23
38,41,45,39
37,42,47
2.4. Persesuaian
2.5. Perpaduan
perubahan
sosial
a. Mengurangi
pertentangan
b. Mencapai
kestabilan
c. Menekan
oposisi
a. Kesatuan
tindakan.
b. Memperhatika
n kepentingan
bersama.
c. Toleransi
dalam
kelompok
46
50,54
48,51,57
53,59
63,66,67
68,73,74
62,65,76
56,58
60,49
52,55,61
70,72
71,75,77,64
, 78
69,79
E. Langkah- langkah Penyusunan Instrumen
Langkah- langkah yang dilakukan peneliti dalam membuat instrumen pada
penelitian ini dengan cara:
a. Menyusun Lay Out instrumen
Pengembangan instrumen penelitian dilakukan dengan cara menentukan
terlebih dulu variabel penelitiannya untuk kemudian dijabarkan dalam subsub
variabel, selanjutnya dari sub- sub variabel dijabarkan lagi menjadi
deskriptor yang mengacu pada indikator, yang selanjutnya dibuat item.
b. Karakteristik jawaban yang dikehendaki
Jawaban masing- masing soal dibuat skalanya menurut rangkaian
kesatuan (kontinum) yang terdiri dari empat poin dengan memberikan skor
tertentu.
c. Menyusun format
Format skala motivasi dan interaksi sosial disusun secara jelas untuk
memudahkan responden mengisi dan tidak menimbulkan kesan menguji
responden. Adapun format penelitian di sini terdiri dari:
1. Kata pengantar
Kata pengantar berisi uraian penjelasan peneliti uang diinginkan, pada
responden. Isi kata pengantar secara garis besar adalah: a) latar belakang
penyebaran skala b) tujuan penelitian c) kerahasiaan data yang akan
diberikan responden d) motivasi kepada responden agar menjawab dengan
sebenarnya atau sejujurnya, dan e) ucapan terima kasih atas bantuan
responden.
2. Identitas
Pada bagian ini berisi tentang identitas diri responden yaitu terdiri dari
nama siswa, kelas, dan alamat.
3. Petunjuk pengisian
Bagian ini berisi tentang cara mengerjakan skala.
4. Butir- butir instrumen
Pada bagian kolom kiri adalah kolom pernyataan, sedangkan pada bagian
kanan adalah kolom jawaban.
F. Validitas dan Reabilitas
Untuk mendapatkan alat pengumpul data yang baik khususnya skala
psikologi perlu dilakukan perhitungan validitas terhadap skala psikologi yang
akan digunakan sebagai metode penelitan. Untuk itu sebelum alat tersebut
dipakai, terlebih dahulu perlu ditryoutkan (diujicobakan). Tujuannya agar skala
psikologi tersebut dapat diketahui apakah skala yang digunakan sudah valid dan
reliabel atau belum.
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat- tingkat kevalidan
suatu instrumen (Arikunto, 1998:160). Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah.
Ada dua macam validitas sesuai dengan cara pengujiannya yaitu (Arikunto,
1998:161) :
a. Validitas eksternal
b. Validitas internal
Dalam penelitian ini menggunakan pengujian validitas internal. Pengujian
validitas internal dilakukan dengan menggunakan kriteria dari dalam atau item
dalam alat ukur itu sendiri.
Pengukuran item dilakukan dengan menggunakan seleksi berbagai bentuk
pengukuran yaitu dengan menganalisa korelasi antara item yang satu dengan item
yang lain.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui kesahihan butir alat ukur
dipergunakan kriteria dengan rumus yang digunakan dalam mengukur validitas
yaitu korelasi product moment (Arikunto, 1998:45)
Dengan rumus sebagai berikut:
{ 2 ( )2}{ 2 ( )2}
( ) ( )
Σ Σ Σ Σ
Σ Σ Σ
− −
− −
=
N X X N Y Y
N XY X Y
rxy
Keterangan:
rXY = Koefisien korelasi antar skor
N = Jumlah subyek
Σ X = Jumlah skor item
Σ Y = Jumlah skor total
Σ XY = Jumlah perkalian skor item dengan skor total
Σ X2 = Jumlah kuadrat skor item
Σ Y2 = Jumlah kuadrat skor total
2. Reliabilitas
Dalam penelitian ini menggunakan pengukuran reliabilitas dengan
menggunakan rumus alpha. Alasan menggunakan rumus ini karena instrumen
yang digunakan adalah menggunakan skor skala bertingkat (Rating Scale).
Menurut Arikunto (1998; 190), untuk instrumen dengan skala bertingkat di
uji dengan menggunakan rumus Alpha yaitu skor bukan 1 dan 0. Rumus Alpha
tersebut adalah sebagai berikut:
⎥ ⎥⎦

⎢ ⎢⎣

− ⎥⎦

⎢⎣


= Σ
2
2
11 1
1 at
b
k
r k
σ
Keterangan;
r11 = Reabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
= jumlah varian butir
= Varian total.
Dari hasil perhitungan reliabilitas kemudian hasil tersebut dikonsultasikan dengan
nilai rtabel apabila rhitung ≥maka butir soal dikatakan reliabel
G. Metode Analisis Data
Analisis data digunakan untuk menguji hipotesis dalam rangka penarikan
kesimpulan untuk mencapai tujuan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui informasi tentang hubungan interaksi sosial dalam kelompok
teman sebaya dengan motivasi belajar.
Untuk mengetahui dan menganalisis data tentang deskripsi interaksi sosial
dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar siswa yang diteliti, maka
digunakan analisis deskripsi persentase. Data atau skor dari jawaban responden
diperoleh dari alternatif jawaban yang disediakan kemudian dimasukkan ke dalam
tabel, diskor, dijumlahkan dan dinyatakan dalam persentase. Rumus yang
digunakan untuk memperoleh persentase adalah:
% X 100%
N
= n
Keterangan:
% : Persentase nilai yang diperoleh
n : Jumlah skor yang diberi
N : Jumlah skor maksimum
Sedangkan untuk mencari hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok
teman sebaya dengan motivasi belajar menggunakan rumus korelasi product
moment, dengan alasan karena rumus ini memiliki keuntungan yaitu langkah yang
ditempuh lebih pendek, bilangan yang diperoleh bukan desimal, sehingga dapat
memperkecil resiko kesalahan.
Rumusnya adalah sebagai berikut:
{ Σ Σ }{ Σ Σ }
Σ Σ Σ
− −

=
2 ( )2 2 ( )2
( )( )
N X X N Y Y
N XY X Y
rxy
Keterangan :
rXY = Koefisien korelasi antar skor
N = Jumlah subyek
Σ X = Jumlah skor item
Σ Y = Jumlah skor total
Σ XY = Jumlah perkalian skor item dengan skor total
Σ X2 = Jumlah kuadrat skor item
Σ Y2 = Jumlah kuadrat skor total
Hasil rXY ini kemudian dikonsultasikan dengan rtabel untuk mengetahui
taraf signifikan sebagai berikut:
rh ≥ 1% maka sangat signifikan, ha diterima
rh ≥ 5% maka ha diterima
rh ≤ 5% maka ha ditolak
Agar kesimpulan yang diambil tidak menyinggung maka data yang
diperoleh dalam penelitian harus berdistribusi normal sehingga uji hipotesisnya
menggunakan stastistik parametik. Dalam penelitian ini menggunakan uji
normalitas dengan SPSS. 10.1
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian pada dasarnya memuat berbagai hal meliputi
pengungkapan data dari instrumen penelitian dan metode analisis data yang
diperoleh untuk menjawab permasalahan yang diajukan.
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala penelitian
motivasi belajar dan skala interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya.
Sebelum instrumen motivasi belajar dan interaksi sosial dalam kelompok teman
sebaya digunakan untuk pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan ujicoba di
lapangan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut layak digunakan yaitu
valid dan reliabel.
Skala motivasi belajar terdiri dari 80 butir pertanyaan yang harus dijawab
oleh responden, setelah diujicobakan pada 43 responden dan dianalisis
menggunakan uji validitas product moment dari 80 soal tersebut, ternyata tidak
semua soal valid. Ada 6 soal yang dinyatakan tidak valid yaitu item soal nomor 9,
14, 22, 40, 62 dan 73.
Pada taraf kesalahan 5% dengan n = 43 diperoleh nilai kritik product
moment sebesar 0.297 dan untuk item No 1 rhitung > rtabel 0,390 > 0,297, maka
item tersebut dikatakan valid. Perhitungan untuk item-item yang lain, selanjutnya
dapat dilihat pada (lampiran).
53
Sedangkan skala interaksi sosial terdiri dari 79 butir pertanyaan yang harus
dijawab oleh responden, setelah diujicobakan pada 43 responden dan dianalisis
menggunakan uji validitas product moment dari 79 soal tersebut, ternyata soal
yang valid sebanyak 73 soal dan yang tidak valid sebanyak 6 item soal yaitu
soal nomor 2, 4, 27, 33, 43 dan 73.
Pada taraf kesalahan 5% dengan n = 43 diperoleh nilai kritik product
moment sebesar 0.444 dan untuk item no 1 rhitung > rtabel 0,418 > 0,297, maka
item tersebut dikatakan valid. Perhitungan untuk item-item yang lain, selanjutnya
dapat dilihat pada (lampiran).
Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan rumus alpha, pada
instrument motivasi belajar diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0.920 dan pada
taraf kesalahan 5% dengan n = 43 diperoleh nilai kritik sebesar 0,297 Karena
koefisien relibilitas lebih besar dari nilai kritik, maka angket tersebut reliabel.
Koefisien reliabilitas tersebut termasuk dalam kategori tinggi, sehingga skala
tersebut dari segi reliabel dapat digunakan.
Sedangkan hasil uji reliabilitas menggunakan rumus alpha, pada instrumen
interaksi sosial diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0.917 dan pada taraf
kesalahan 5% dengan n = 43 diperoleh nilai kritik sebesar 0,297 Karena koefisien
relibilitas lebih besar dari nilai kritik, maka angket tersebut reliabel. Koefisien
reliabilitas tersebut termasuk dalam kategori tinggi, sehingga skala tersebut dari
segi reliabel dapat digunakan.
2. Hasil Uji Normalitas Data
54
Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara interaksi sosial dalam
kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar dianalisis dengan korelasi
produk moment, maka data hasil penelitian terlebih dahulu diadakan uji prasyarat
data sebelum data dianalisis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data
yang terkumpul memenuhi syarat untuk dianalisis atau tidak. Uji prasyarat
analisis yang digunakan adalah uji normalitas. Berdasarkan hasil analisis dengan
program SPSS versi 12 dengan uji Kolmogorov smirnov diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4
Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
43 43
231.5581 226.7907
22.01007 24.92805
.176 .199
.119 .149
-.176 -.199
1.155 1.307
.139 .065
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Motivasi
Belajar
Interaksi
Sosial
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan hasil uji normalitas data untuk variabel motivasi belajar
diperoleh nilai z sebesar 0,1.155 dengan signifikansi 0,139 sedangkan untuk
variabel interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya diperoleh nilai Z sebesar
1,307 dengan signifikansi 0,065. Karena nilai signifikansi semuanya lebih dari
0,05 maka data variabel interaksi sosial dan motivasi belajar berdistribusi normal.
3. Hasil Analisis Deskriptif Persentase
55
Dalam penelitian ini analisis ditempuh dengan metode deskriptif
persentase dan metode korelasi product moment. Deskriptif persentase digunakan
untuk mencari bagaimana interaksi sosial siswa dan motivasi belajar siswa kelas
IX di SMP Negeri 1 Pegandon Kabupaten Kendal tahun ajaran 2006/2007.
a. Deskriptif Persentase Interaksi Sosial
Variabel interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terdiri dari sub
variabel kerjasama, persaingan, pertentangan, persesuaian dan perpaduan tercakup
dalam 73 item pernyataan yakni angket nomor 1 sampai dengan nomor 73. Dari
keseluruhan angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban responden
sebagai berikut :
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Variabel Interaksi Sosial
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 8 18.60
2 Tinggi 32 74.42
3 Sedang 2 4.65
4 Rendah 1 2.33
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa interaksi sosial siswa termasuk dalam
kriteria tinggi. Sebanyak 32 responden atau 74,42% termasuk dalam kriteria tinggi
dan termasuk dalam kriteria dan ada satu siswa yang termasuk dalam kritera
rendah dalam hal persaingan, pertentangan, persesuaian dan perpaduan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut interaksi sosial siswa dalam kelompok
teman sebaya dapat dikatakan sudah dapat berjalan dengan baik, karena
sebagian besar siswa dapat berinteraksi sosial didalam kelompoknya.
1) Sub Variabel Kerjasama
56
Sub variabel tentang kerjasama terdiri dari tiga sub indikator
mempunyai tujuan yang sama, saling memberi atau menerima pengaruh dan
kesediaan untuk membantu tercakup dalam 17 item pernyataan yakni angket
nomor 1 sampai dengan nomor 17. Dari ke tujuh belas angket pernyataan
tersebut dapat kita lihat jawaban responden sebagai berikut :
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Kerjasama
No Kriteria F f %
1 Sangat Tinggi 16 37.21
2 Tinggi 24 55.81
3 Sedang 2 4.65
4 Rendah 1 2.33
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa kerja sama dalam hal saling
membantu, mempunyai tujuan yang sama dan saling memberi dan menerima
yang termasuk dalam kriteria tinggi sebanyak 24 responden atau 55,81% dan
ada satu siswa yang termasuk dalam kriteria rendah dalam hal mempunyai
tujuan yang sama, saling memberi atau menerima pengaruh dan kesediaan
untuk membantu. Dari tabel tersebut memberikan arti bahwa kerja sama antar
siswa dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok dilakukan
dengan adanya kerjasama yang baik. Karena rata-rata siswa telah dapat
berkerjasama untuk saling membantu dalam mengatasi suatu permasalahan
secara bersama-sama.
2) Sub Variabel Persaingan
Sub variabel tentang persaingan terdiri dari tiga sub indikator saling
berusaha untuk mencapai keuntungan, menarik perhatian kelompok dan
seleksi individu yang tercakup dalam 12 item pernyataan yakni angket nomor
57
18 sampai dengan nomor 29. Dari ke tiga belas angket pernyataan tersebut
dapat kita lihat jawaban responden sebagai berikut :
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Persaingan
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 11 25.58
2 Tinggi 27 62.79
3 Sedang 2 4.65
4 Rendah 3 6.98
11 100
Mencermati tabel di atas bahwa kerja sama dalam hal saling berusaha
untuk mencapai keuntungan, menarik perhatian kelompok dan seleksi
individu yang termasuk dalam kriteria tinggi sebanyak 27 responden atau
62,79% dan termasuk dalam kritera rendah dalam hal saling berusaha untuk
mencapai keuntungan, menarik perhatian kelompok dan seleksi individu
sebanyak 3 responden atau 6,98%. Dari hasil penelitian tersebut siswa
termasuk dalam kategori tinggi dalam hal saling berusaha saling membantu
untuk mencapai keuntungan dan seleksi individu dalam kelompok.
3) Sub Variabel Pertentangan
Sub variabel tentang pertentangan terdiri dari dua sub indikator
perbedaan kepentingan dan perubahan-perubahan sosial yang tercakup dalam
13 item pernyataan yakni angket nomor 30 sampai dengan nomor 42. Dari ke
tiga belas angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban responden
sebagai berikut :
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Pertentangan
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 14 32.56
2 Tinggi 25 58.14
3 Sedang 3 6.98
58
4 Rendah 1 2.33
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa aspek pertentangan dalam hal
perbedaan kepentingan dan perubahan-perubahan sosial yang termasuk dalam
kategori tinggi sebanyak 25 responden atau 58,14% dan ada satu siswa yang
termasuk dalam kriteria rendah dalam hal perbedaan kepentingan dan
perubahan-perubahan sosial. Siswa yang termasuk dalam kriteria tinggi dalam
aspek pertentangan dalam hal perbedaan kepentingan dan perubahanperubahan
sosial berarti siswa dapat mengatasi pertentangan dalam kelompok
dan mulai dapat mengantisipasi adanya perubahan sosial yang terjadi didalam
masyarakat.
4) Sub Variabel Persesuaian
Sub variabel persesuaian terdiri dari tiga indikator mengurangi
pertentangan, mencapai kestabilan dan menekan oposisi yang tercakup dalam
14 item pernyataan yakni angket nomor 43 sampai dengan nomor 56. Dari ke
empat belas angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban responden
sebagai berikut :
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Persesuaian
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 14 32.56
2 Tinggi 26 60.47
3 Sedang 2 4.65
4 Rendah 1 2.33
43 100
59
Mencermati tabel di atas bahwa persesuaian yang terdiri dari indikator
mengurangi pertentangan, mencapai kestabilan dan menekan oposisi yang
termasuk dalam kriteria sangat tinggi sebanyak 14 resoponden atau 32,56%,
termasuk dalam kriteria tinggi sebanyak 26 responden atau 60,47% dan
termasuk dalam kriteria sedang sebanyak 2 siswa atau 4,65% dan ada satu
siswa yang termasuk dalam kritera rendah dalam hal mengurangi
pertentangan, mencapai kestabilan dan menekan oposisi. Dari hasil penelitian
tersebut responden telah mulai bisa mencapai kestabilan dalam
mengendalikan emosinya dan pertentangan-pertentangan yang ada dalam
kelompok sudah dapat diatasi bersama-sama.
5) Sub Variabel Perpaduan
Sub variabel tentang perpaduan terdiri dari tiga indikator yaitu kesatuan
tindakan, memperhatikan kepentingan bersama dan toleransi dalam kelompok
yang tercakup dalam 17 item pernyataan yakni angket nomor 57 sampai
dengan nomor 73. Dari ke ke tujuh belas angket pernyataan tersebut dapat
kita lihat jawaban responden sebagai berikut :
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Perpaduan
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 15 34.88
2 Tinggi 24 55.81
3 Sedang 1 2.33
4 Rendah 3 6.98
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa perpaduan yang terdiri dari indikator
kesatuan tindakan, memperhatikan kepentingan bersama dan toleransi dalam
kelompok yang termasuk dalam kriteria sangat tinggi sebanyak 15
resoponden atau 34,88%, termasuk dalam kriteria tinggi sebanyak 24
60
responden atau 55,81% dan termasuk dalam kriteria sedang sebanyak 1 siswa
atau 2,33% dan 3 siswa atau 6,98% yang termasuk dalam kritera rendah
dalam hal kesatuan tindakan, memperhatikan kepentingan bersama dan
toleransi dalam kelompok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut tingkat
toleransi dan kesatuan tindakan dalam kelompok dapat berjalan dengan baik.
Kekompakan kelompok dalam melakukan suatu tindakan dapat atasi secara
bersama-sama.
b. Deskriptif Persentase Motivasi Belajar
Variabel motivasi belajar yang tercakup dalam 74 item pernyataan yakni
angket nomor 1 sampai dengan nomor 74. Dari ke seluruhan angket pernyataan
tersebut dapat kita lihat jawaban responden sebagai berikut :
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Variabel Motivasi Belajar
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 22 51.16
2 Tinggi 20 46.51
3 Sedang 1 2.33
4 Rendah 0 0.00
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa interaksi sosial siswa termasuk dalam
kriteria sangat tinggi sebanyak 22 resoponden atau 51,16%, termasuk dalam
kriteria tinggi sebanyak 20 responden atau 46,51% dan termasuk dalam kriteria
sedang sebanyak 1 siswa atau 2,33% dan tidak ada yang termasuk dalam kritera
rendah dalam hal saling membantu, mempunyai tujuan yang sama dan saling
emmberi dan menerima.
1) Sub Variabel senang bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
Sub variabel senang bekerja keras untuk mencapai keberhasilan terdiri
dari dua indikator tekun dalam belajar dan optimis dalam belajar yang
61
tercakup dalam 11 item pernyataan yakni angket nomor 1 sampai dengan
nomor 11. Dari ke sebelas angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban
responden sebagai berikut :
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Senang Bekerja
Keras untuk Mencapai Keberhasilan
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 24 55.81
2 Tinggi 17 39.53
3 Sedang 1 2.33
4 Rendah 1 2.33
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa tekun dalam belajar dan optimis dalam
belajar yang termasuk dalam kriteria sangat tinggi sebanyak 24 responden
atau 55,81%, yang termasuk dalam kriteria tinggi sebanyak 17 responden atau
39,53% dan yang termasuk dalam kriteria sedang dan rendah terdapat satu
responden atau 2,33% dalam hal senang bekerja keras untuk mencapai
keberhasilan. Berdasarkan hasil penelian tersebut responden tekun dalam
belajar dan memiliki sifat optimis yang tinggi dalam belajar. Dengan sikap
optimis dan tekun dalam belajar akan menghasilkan prestasi yang tinggi
dalam pembelajaran. Sedangkan siswa tekun dan sikap optimisnya yang
rendah maka akan dapat mempengaruhi hasil belajar yang dicapainya.
2) Sub Variabel Ulet menghadapi kesulitan belajar
Sub variabel ulet menghadapi kesulitan belajar terdiri dari dua indikator
yaitu tidak mudah putus asa dalam belajar dan tertantang dalam menghadapi
kesulitan belajar yang tercakup dalam 8 angket pernyataan. Dari ke delapan
62
angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban responden sebagai berikut
:
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Ulet Menghadapi
Kesulitan Belajar
No Kriteria f %
1 Sangat Tinggi 20 46.51
2 Tinggi 18 41.86
3 Sedang 4 9.30
4 Rendah 1 2.33
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa responden yang memiliki sifat ulet
dalam mengahadapi kesulitan belajar dengan cata tidak mudah putus asa
dalam belajar dan tertantang dalam mengadapi kesulitan belajar yang
termasuk dalam kriteria sangat tinggi sebanyak 20 responden atau 46,51%,
termasuk dalam kritera tinggi sebanyak 18 responden atau 41,86%, dan
sedang sebanyak 4 siswa atau 9,30%. Sedangkan yang termasuk dalam
kriteria rendah sebanyak satu siswa. Sikap ulet dalam menghadapi suatu
kesulitan belajar sangat diperlukan. Karena dengan dimiliki sikap tersebut
responden akan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dalam belajar
dan berkarya. Responden secara mayoritas sudah memiliki sikap ulet dalam
menghadapi kesulitan belajar yang tinggi
3) Sub Variabel meunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah belajar.
Sub variabel tentang menunjukkan minat terhadap bermacam-macam
masalah dalam belajar dengan tidak khawatir dalam menghadapi masalah
belajar dan ikut berpartisipasi dalam pemecahan masalah belajar tercakup
dalam 9 item pernyataan yakni angket nomor 20 sampai dengan nomor 28.
63
Dari ke sembilan angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban
responden sebagai berikut :
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Menunjukkan
Minat terhadap Bermacam-macam Masalah Belajar
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 14 32.56
2 Tinggi 25 58.14
3 Sedang 3 6.98
4 Rendah 1 2.33
43 100
Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa sebanyak 14
responden atau 32,56% termasuk dalam kriteria sangat tinggi, sebanyak 25
responden atau 58,14% termasuk dalam kriteria tinggi dan sebanyak 3 siswa
termasuk dalam kriteria sedang atau 6,98% dan satu siswa yang termasuk
criteria rendah dalam hal memiliki minat terhadap bermacam-macam
masalah belajar. Hasil penelitian tersebut meunjukkan bahwa responden yang
menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah belajar termasuk
dalam kategori yang tinggi. Minat yang tinggi tersebut merupakan salah
modal dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi. Karena salah satu faktor
keberhasilan dalam belajar adalah adanya minat yang berasal dari diri
sendiri responden.
4) Sub Variabel lebih senang bekerja mandiri
Sub variabel lebih senang bekerja mandiri yang terdiri dari indikator
tidak tergantung pada orang lain dan percaya pada kemampuan diri sendiri
tercakup dalam 9 item pernyataan yakni angket nomor 29 sampai dengan
64
nomor 36. Dari kesembilan angket pernyataan tersebut dapat kita lihat
jawaban responden sebagai berikut :
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Lebih Senang
Bekerja Mandiri
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 21 48.84
2 Tinggi 17 39.53
3 Sedang 2 4.65
4 Rendah 3 6.98
43 100
Dari tabel diatas dapat diperoleh gambaran bahwa siswa yang memiliki
minat yang sangat tinggi dalam hal lebih senang bekerja mandiri sebanyak 21
responden atau 48,84%, sebanyak 17 resoponden atau 39,53% termasuk
dalam kriteria tinggi dan sebanyak 2 responden atau 4,65% termasuk dalam
kriteria sedang. Dan ada 3 siswa atau 6,98% yang termasuk dalam kriteria
rendah dalam hal senang bekerja mandiri. Kemandirian yang tinggi
merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan dalam pembelajaran. Minat
yang tinggi dalam hal lebih senang berkerja mandiri merupakan sifat yang
harus dipertahankan dibandingkan dengan sifat yang memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap orang lain.
5) Sub Variabel cenderung bertindak atau menetapkan pilihan yang realistik.
Sub variabel cenderung bertindak atau menetapkan pilihan yang
realistis tidak terjebak pada rutinitas dan dinamis tercakup dalam 9 item
pernyataan yakni angket nomor 37 sampai dengan nomor 45. Dari kesembilan
angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban responden sebagai berikut
:
65
Tabel 16. Distribusi Frekuensi Sub Variabel cenderung
bertindak atau menetapkan pilihan yang realistis
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 13 30.23
2 Tinggi 26 60.47
3 Sedang 1 2.33
4 Rendah 3 6.98
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa yang termasuk dalam kriteria sangat
tinggi sebanyak 13 responden atau 30,23%, kritera tinggi sebanyak 26
responden atau 60,47% dan kriteria sedang sebanyak 1 siswa atau 2,33% dan
3 siswa atau 6,98% termasuk kriteria rendah dalam hal bertindak atau
menetapkan pilihan yang realistis. Sikap realistis responden dalam
menetapkan pilihan yang termasuk dalam kriteria tinggi merupakan hal yang
diperlukan.
6) Sub Variabel senang berkompetisi yang sehat
Sub variabel senang berkompetisi yang sehat terdiri dari dua indikator
yaitu bertanggung jawab dan memiliki semangat belajar yang tercakup dalam
12 item pernyataan yakni angket nomor 46 sampai dengan nomor 57. Dari
keduabelas angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban responden
sebagai berikut :
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Senang
Berkompetisi yang sehat
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 17 39.53
2 Tinggi 22 51.16
3 Sedang 3 6.98
4 Rendah 1 2.33
43 100
66
Mencermati tabel di atas bahwa responden yang termasuk dalam
kriteria sangat tinggi sebanyak 17 responden atau 39,53%, termasuk dalam
kriteria tinggi sebanyak 22 siswa atau 51,16Mencermati tabel di atas bahwa responden yang termasuk dalam
kriteria sangat tinggi sebanyak 17 responden atau 39,53%, termasuk dalam
kriteria tinggi sebanyak 22 siswa atau 51,16%, termasuk dalam kriteria
sedang sebanyak 3 siswa atau 6,98% dan satu siswa termasuk kriteria rendah
dalam hal senang berkompetensi yang sehat. Kompetesi yang sehat dan tidak
saling menjatuhkan lawan yang tinggi merupakan salah hal yang dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Siswa yang senang berkompetesi yang
sehat akan senang dalam belajar dibandingkan siswa yang tidak suka.
7) Sub Variabel tidak mudah melepas hal yang diyakini
Sub variabel tentang tidak mudah dalam melepas hal yang diyakini
terdiri dari dua indikator yaitu teguh pendirian dan konsekuen yang tercakup
dalam 7 item pernyataan yakni angket nomor 58 sampai dengan nomor 64.
Dari ketujuh angket pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban responden
sebagai berikut :
Tabel 18. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Tidak Mudah
Melepas hal yang diyakini
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 20 46.51
2 Tinggi 18 41.86
3 Sedang 4 9.30
4 Rendah 1 2.33
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa sebanyak 20 responden atau 46,51%
termasuk dalam kriteria sangat tinggi, sebanyak 18 responden atau 41,86%
termasuk dalam kriteria tinggi dan sebanyak 4 responden atau 9,30%
67
termasuk dalam kriteria yang sedang. Dan ada satu siswa yang termasuk
dalam kriteria yang rendah dalam hal tidak mudah dalam melepas suatu yang
diyakini. Mempertahankan suatu prinsip yang diyakini oleh siswa termasuk
dalam kriteri tinggi, berarti siswa tidak mudah untuk melepaskan tanggung
jawab dan keyakinan pendapat yang dimilikinya.
8) Sub Variabel bertanggung jawab atas pilihan atau perbuatannya
Sub variabel bertanggung jawab atas pilihan yang terdiri dari dua
indikator yaitu mandiri dan disiplin yang tercakup dalam 10 item pernyataan
yakni angket nomor 65 sampai dengan nomor 74. Dari kesepuluh angket
pernyataan tersebut dapat kita lihat jawaban responden sebagai berikut :
Tabel 19. Distribusi Frekuensi Sub Variabel Bertanggung Jawab atas
Pilihan/Perbuatannya
No Kriteria f f %
1 Sangat Tinggi 10 23.26
2 Tinggi 30 69.77
3 Sedang 2 4.65
4 Rendah 1 2.33
43 100
Mencermati tabel di atas bahwa sebanyak 10 responden atau 23,26%
termasuk dalam kriteria sangat tinggi, sebanyak 30 responden atau 69,77%
termasuk dalam kriteria tinggi, sebanyak dua siswa atau 4,65% termasuk
dalam kriteria yang sedang. Sedangkan yang termasuk dalam kriteria rendah
terdapat satu responden hal bertanggung jawab atas pilihan. Pilihan yang
telah ditetapkan oleh responden sudah dapat pertanggungjawabkan sesuai
dengan keyakinannya. Responden tidak mudah untuk melepaskan
tanggungjawabnya atas pilihannya sendiri.
68
4. Hasil Analisis Korelasi
Berdasarkan hasil analisis korelasi untuk menjawab hipotesis yang
diajukan “ada hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya
dengan motivasi belajar pada siswa kelas VII SMP negeri 1 Pegandon Kabupaten
Kendal.”. Hipotesis tersebut diuji dengan analisis korelasi yang menghasilkan
rhitung sebesar = 0,689 dengan probabilitas sebesar 0,000. Jika dibandingkan
dengan r tabel pada n = 43 diperoleh r table = 0,301. Hubungan tersebut
merupakan hubungan yang positif, artinya siswa yang memiliki interaksi sosial
yang tinggi akan memiliki motivasi belajar yang tinggi pula dan sebaliknya.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis korelasi tersebut karena probabilitas lebih
kecil dari 0,05 atau rhitung > r tabel maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada
hubungan yang positif antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya
dengan motivasi belajar pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Pegandon Kabupetan
Kendal.
B. Pembahasan
Interaksi sosial merupakan salah satu hubungan antara dua atau lebih
individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau
mempengaruhi individu lain atau sebaiknya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
siswa telah memiliki sifat kerjasama yang sangat tinggi dalam saling membantu,
mempunyai tujuan yang sama dan saling member dan menerima. Dengan
melakukan interaksi sosial yang baik seorang siswa akan terdorong memiliki jiwa
kerja sama yang baik jika dibandingkan dengan siswa yang tidak dapat
69
melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya. Jiwa kerja sama yang baik
tersebut dapat disalurkan dalam bekerja sama dalam hal mengatasi kesulitan
belajar. Dengan melaksanakan interaksi sosial, maka jika dalam satu kelompok
terdapat siswa yang memiliki kemampuan kurang akan meminta kepada temantemannya
yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam pelajaran sehingga
manfaat yang diperoleh dengan memiliki interaksi sosial akan dapat diambil segi
positifnya. Selain dapat memupuk jiwa kerja sama, interaksi sosial dalam teman
sebaya dapat menjadikan persaingan yang positif. Antara anggota kelompok
tentunya akan memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang berbeda. Namun
demikian dalam suatu interaksi sosial yang baik maka sifat-sifat perbedaan dalam
hal pendirian dan kepentingan akan dapat diatas secara bersama-sama. Sifat
individu dan menang sendiri dalam keompok interaksi sosial akan berkurang dan
berubah menjadi sifat saling membantu satu sama lain. Pertentangan-pertantangan
dalam suatu kelompok sosial pastlah tidak dapat dihindarkan karena masingmasing
memiliki ego sendiri-sendiri, namun demikian sifat-sifat ego yang
inginnya menang sendiri dalam suatu kelompok sosial akan dapat diredakan dan
akan mencapai kestabilan emosionalnya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
gambaran bahwa lebih dari 75% siswa dalam meredakan pertentangan dan
mencapai kestabilan dalam interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya. Sifat
menang sendiri dan merasa paling hebat dapat diatas bersama-sama dalam
kelompok sosial tersebut. Sehingga akan menjadikan perpaduan dan kesatuan
dalam bertindak dalam kelompok sosial tersebut. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat dari Park dan Burges dalam Santoso bahwa bentuk interaksi sosial
70
dapat berupa adanya kerja sama dalam tim, persaingan dalam hal mencapai tujuan
bersama, perjuangan dalam kelompok maupun luas kelompok untuk mencapai
tujuan bersama, akan adanya persesuaian antara anggota kelompok sehingga
antar anggota kelompok tidak adanya pertentangan dan adanya usaha-usaha
dalam mengurangi perbedaan yang terdapat dalam individu-individu atau
kelompok. Bagi remaja yang masih duduk di sekolah lanjutan pertama, sifat
untuk dapat diterima dalam suatu kelompok atau teman sebaya sangatlah besar.
Siswa akan membentuk kelompok-kelompok kecil diantara mereka tanpa
membedakan status sosial diantaranya. Sehingga dengan adanya kelompokkelompok
kecil tersebut guru diharapkan dapat memanfaatkan kelompokkelompok
kecil tersebut untuk dapat memotivasi siswa dalam belajar. Karena
manusia tidak akan lepas dengan manusia yang lain, sifat sebagai makhluk sosial
merupakan sifat yang tidak dapat dilepaskan dari diri manusia. Dalam kelompok
teman sebaya, teman adalah tempat berkaca, sebagai orang yang paling dekat,
teman member gambaran tentang diri sendiri dari dekat.
Pendidikan merupakan suatu proses atau sistem yang terdiri dari
beberapa komponen. Keberhasilan pendidikan tentunya tidak lepas dari belajar.
Untuk meningkatkan hasil belajar dibutuhkan motivasi dalam belajar. Motivasi
belajar dalam berasal dari dalam dan luar siswa atau juga bisa dikatakan motivasi
instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik atau motivasi dari diri siswa akan
muncul karena adanya tujuan yang akan dicapai. Motivasi belajar dapat berupa
senang bekerja keras untuk mencapai keberhasilan. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar dengan ditunjukkan
71
dengan adanya senang bekerja keras untuk mencapai keberhasilan. Dengan
senang bekerja keras untuk mencapai keberhasilan tersebut siswa pantang
menyerah dalam belajar. Siswa akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai citacitanya.
Untuk mencapai cita-cita tersebut siswa akan tekun dalam belajar dan
memiliki sifat optimis dalam belajar. Motivasi yang tinggi tersebut diharapkan
dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sifat ulet
dan pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan sangat diperlukan untuk
mencapai keberhasilan dalam belajar. Jika menghadapi kesulitan dalam belajar
siswa akan mencari tahu dengan cara membaca buku atau bertanya kepada teman
sebaya dalam suatu kelompok atau bertanya langsung kepada guru pengampunya.
Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi akan senang bekerja secara mandiri,
dan memiliki kepercayaan pada kemampuan sendiri. Berdasarkan hasil penelitian
sebanyak 48,84% responden memiliki sifat kemandirian yanag sangat tinggi.
Siswa dengan motivasi yang tinggi akan senang berkompetisi yang sehat dengan
teman-temannya. Namun kompetisi tersebut ditujukan dalam memperoleh prestasi
belajar. Berdasarkan hasil penelitian bahwa motivasi siswa secara keseluruhan
termasuk dalam kriteria yang tinggi. Motivasi yang tinggi tersebut harus dapat
dimaksimalkan oleh guru. Hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok
teman sebaya dengan motivasi belajar diperoleh hubungan yang sangat signifikan.
Hasil r hitung lebih besar dari r tabel. Dengan adanya hubungan tersebut guru
diharapkan dapat memanfaatkan kelompok-kelompok sosial yang telah ada untuk
meningkatkan motivasi belajar sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat.
72
52
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka
penelitian yang berjudul hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok teman
sebaya dengan motivasi belajar dsi SMP negeri 1 Pegandon tahun pelajaran
2006/2007 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Motivasi belajar siswa SMP Negeri 1 Pegandon tahun pelajaran 2006/2007
rata-rata termasuk dalam kriteria tinggi.
2. Interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya di SMP Negeri 1 Pegandon
tahun pelajaran 2006/2007 rata-rata termasuk dalam kriteria tinggi
3. Ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman
sebaya dengan motivasi belajar pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Pegandon
tahun pelajaran 2006/2007.
B. Saran
1. Kepada guru pembimbing, diharapkan dapat memanfaatkan interaksi sosial
dalam kelompok teman sebaya guna memotivasi siswa dalam belajar. Karena
interaksi dengan kelompok teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar
dalam perkembangan pemikiran siswa. Dengan interaksi ini siswa dapat
membandingkan pemikiran dan pengetahuannya dengan orang lain. Siswa
semakin tertantang untuk memperkembangkan pemikiran dan
pengetahuannya sendiri. Tantangan kelompok akan membantu siswa
53
melakukan asimilasi dan akomodasi terhadap skema pengetahuan yang telah
dimiliki.
2. Melalui guru pembimbing diharapkan para siswa tidak memusatkan
identitas pada banyaknya teman atau berlindung di balik nama teman. Para
siswa harus memiliki identitas diri sendiri sehingga tidak terjerumus pada
sikap mengkompromikan standar demi diakui dalam sebuah kelompok.
3. Kepada pihak sekolah, diharapkan mampu sebagai media dalam
pengembangan diri para siswa, baik dari aspek sosial maupun psikologis.
4. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai hubungan interaksi sosial dalam
kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Moh dan Asrori, Moh, 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.
AM, Sardiman, 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi.
Aksara
Anni, Catharina Tri dkk, 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK.
Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifudin, 1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaplin, JP, 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Gunawan, Ary H, 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarata: Rineka Cipta
Gerungan, WA, 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Handoko, Martin, 2006. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta:
Kanisius
Hariyadi, Sugeng dkk, 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang: Universitas
Negeri Semarang
Hurlock, Elizabeth B, 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Ibrahim, Hasiah, 2005. Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar
Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran. Semarang. FIP Universitas Negeri
Makasar. EDUKASI. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan
Lestari, Sri, 2003. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa kelas V SD Negeri
Plamongansari 01 Semarang melalui tutor teman sebaya tahun pelajaran
2002/ 2003. Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
Muhammad, 2001. Pokok- pokok Bahasan Mata Kuliah Psikologi Motivasi. Hand
out. Psikologi, Universitas Negeri Semarang.
Prayitno, Elida, 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta: FKIP IKIP Padang
Santosa, Slamet, 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara
Sarwono, Sarlito Wirawan, 2005. Psikologi Sosial (Psikologi kelompok &
Psikologi Terapan). Jakarta: Balai Pustaka
Solikhah, Umi, 2002. Pengaruh Interaksi Dosen dan Mahasiswa terhadap
Motivasi Belajar Mahasiswa Program Studi D III keperawatan universitas
Muhammadiyah Purwokerto Tahun akademik 2000/ 2001. Skripsi,
Universitas Negeri Semarang.
Stevenson, Nancy, 2001. Seni Memotivasi. Andi Offset: Yogyakarta.
Sudarsono, 1997, Kamus Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono, 2005. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta
Reading, Hugo, 1986. Kamus Ilmu- ilmu Sosial. Jakarata: CV Rajawali
Utomo, Agus Hari, 2005. Perbedaan Motivasi Berprestasi antara Siswa yang
Menjadi Pengurus OSIS dengan Siswa yang Bukan Pengurus OSIS di SMU
Yayasan Pendidikan Ekonomi Semarang Tahun Pelajaran 2004/ 2005.
Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
Wibisono, Eka Adrian, 2004. Hubungan Interaksi Remaja dalam Peer group
dengan Pengambilan Keputusan Remaja di SMA Unggulan Nurul Islami
Semarang Tahun Pelajaran 2003/ 2004. Skripsi, Universitas Negeri
Semarang.